Binnenhof dan Paleis Op De Dam – Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia

Binnenhof

Ada tiga peristiwa penting di tahun 1949 terkait kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Pertama peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1949 di Jogyakarta, selanjutnya penyelenggaraan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Agustus 1949. Puncaknya penyerahan kedaulatan (soevereiniteits overdracht) dari Kerajaan Belanda ke Republik Indonesia di Amsterdam bulan Desember 1949.

KMB dalam Bahasa Belanda : Nederlands-Indonesische rondetafel conferentie, sebuah perundingan penyerahan kedaulatan, dilaksanakan di kastil Ridderzaal Binnenhof antara tanggal 23 Agustus hingga 02 Nopember 1949, diikuti Pemerintah Republik Indonesia, Belanda serta perwakilan berbagai negara yang diciptakan Belanda di Kepulauan Indonesia, perwakilan Indonesia diketuai Mohammad Hatta.

Binnenhof (istana dalam) dahulu bernama Hof van Holland adalah sebuah kompleks bangunan di pusat kota Den Haag, digunakan sebagai kantor Parlemen dan Pemerintahan Belanda. Meski Amsterdam ibukota Belanda tapi kegiatan pemerintahan dilakukan di Den Haag. Binnenhof bisa dicapai dengan berjalan kaki 15 menit dari Den Haag Central Station. Dibangun pada abad 13, kastil bergaya Gotik ini awalnya berfungsi sebagai kediaman bangsawan Belanda dan menjadi pusat politik pada tahun 1584. Kastil ini termasuk diantara 100 situs warisan Belanda teratas. Binnenhof adalah salah satu gedung Parlemen tertua di dunia yang masih digunakan.

Saat berkunjung ke Binnenhof di pertengahan bulan Nopember 2022 lalu, kompleks secara keseluruhan sedang dilakukan renovasi sehingga menikmati Binnenhof cukup dari luar saja. Maksud napak tilas perjuangan pahlawan kemerdekaan di kastil Ridderzaal yang berada di pusatBinnenhof diurungkan.

Sebelah Binnenhof terhampar Hofvijver (kolam kerajaan). Hofvijver merupakan sebuah danau di tengah kota Den Haag yang berbatasan sebelah Timur dengan jalan, di Selatan dengan Binnenhof dan Mauritshuis, Barat dengan Buitenhofdan di Utara dengan jalan raya.

Mencoba memasuki gerbang Buitenhof 1899 (gedung pengadilan yang berada di depan Ridderzaal) yang berhubungan dengan Binnenhof, juga tertutup karena renovasi. Disini tampak patung ekuestrian besar Raja Willem II, seperti penjaga gerbang Buitenhof. Raja Willem II dicatat sebagai “pahlawan Waterloo” karena tindakannya yang berani saat perang Waterloo, dimana dia terluka dalam pertempuran melawan pasukan Napoleon dan kudanya terbunuh.

Mas Chafik, sosok kelahiran Indonesia yang puluhan tahun tinggal di Belanda mengajak jalan mengitari danau Hofvijver untuk masuk Binnenhof 19.

Sebelum memasuki halaman Binnenhof 19 terlihat bangunan segi delapan kecil dengan ujung menara runcing ditutup kubah mirip kubah masjid, Torentje namanya. Het Torentje (Menara kecil) beralamat Binnenhof 17, bangunan dari abad 14 merupakan tempat kerja permanen Perdana Menteri Belanda semenjak pemerintahan Ruud Lubbers (1982).

Bersebelahan dengan Torentje adalah Hofvijver dan museum Mauritshuis yang awalnya merupakan tempat tinggal Pangeran Johan Maurice van Nassau-Siegen. Eksplorasi kami di Binnenhof berhenti di halaman Binnenhof 19, tempat kerja Kementerian Urusan Umum. Aula tengah Binnenhof 19 terkenal sebagai tempat konferensi pers yang rutin diadakan oleh Perdana Menteri. Untuk menuju Den Haag dari Amsterdam bisa menggunakan moda kereta atau bis dengan waktu tempuh 1 jam.

Paleis Op De Dam

Empat tahun setelah Proklamasi, melalui KMB Belanda akhirnya mengakui dan sepenuhnya menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia. Tepatnya 27 Desember 1949, dilaksanakan upacara penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia secara serentak di dua tempat yakni di Istana Dam (Paleis op de Dam), Amsterdam, dan di Istana Rijswik (sekarang Istana Negara), Jakarta. Penyerahan kedaulatan ini ditandai dengan penandatanganan dokumen oleh Ratu Juliana dan Perdana Menteri Mohammmad Hatta di Istana Dam.

Istana Dam terletak di tengah kota Amsterdam, merupakan satu dari tiga bangunan istana yang dimiliki Belanda. Paleis op de Dam adalah bangunan berasal dari abad 17 dan dibangun di atas lebih dari 13 ribu tiang pancang kayu. Istana ini bisa dibilang sederhana sebagai istana kerajaan dari sebuah kerajaan mahsyur masa lalu, bahkan tidak ada pagar khusus yang menjadi batas kompleks istana. Siapa saja bisa berseliweran di alun-alun istana yang dikenal sebagai Dam Square berukuran 200×100 meter. Disamping istana terdapat Nieuwe Kerk (Gereja Baru) Amsterdam bergaya Gotik. Saat saya disana, di dalam gereja sedang berlangsung peringatan 100 tahun Ratu Juliana.

Gereja ini pernah hancur total di tahun 1645, disebut gereja baru karena gereja lama terlalu kecil sehingga keuskupan memberi ijin untuk membangun gereja baru. Dalam gereja dimakamkan pahlawan penting Belanda, diantaranya Letnan Laut Jan van Speijk, karena keberanian serta heroismenya maka selama Angkatan Laut Belanda masih berdiri, akan selalu ada kapal Angkatan Laut dengan nama van Speijk.

Seperti banyak ditemui di alun-alun lain di negara Eropa, puluhan burung merpati liar berinteraksi dengan turis. Saat saya disana, tampak beberapa pejuang berbendera Palestina yang sedang berdemo, tidak jauh dari situ sekelompok penginjil berkhotbah, disudut lain seorang seniman musik jalanan asik memainkan trombonnya. Bahkan puluhan rakyat Belanda juga berdemo memprotes kebijakan Pemerintah dengan ciri membawa bendera Belanda dengan warna dibalik (biru-putih-merah).

Alun-alun Dam Square dibangun pada abad 13, pada saat itu Dam atau bendungan dibangun untuk mencegah terjadinya banjir dari sungai Amstel. Dam Square yang awalnya merupakan tempat berkumpul penduduk, pendatang dan pedagang, saat ini menjadi tempat berkumpulnya warga dan turis, tempat untuk demo dan juga pasar malam dadakan.

Berseberangan dengan istana, terletak Monumen Nasional. Monumen ini dibangun untuk menghormati para korban Perang Dunia II. Jalan sedikit ke samping Monumen Nasional ada toserba berlantai enam De Bijenkorf yang menjual barang-barang menengah ke atas, toserba ini sudah berdiri dari tahun 1870-an. Di lokasi ini ada juga Museum Lilin Madame Tussaud, museum patung lilin pertama yang dibuka di daratan Eropa serta menjadi cabang asing pertama dari museum serupa di Inggris.

Naskah dan foto : Lutfi Sriyono (l.sriyono@gmail.com)

Tinggalkan komentar