Keunikan Mangkunegaran Solo

Kadipaten Mangkunegaran, sebuah kadipaten otonom yang pernah berkuasa di wilayah Yogyakarta dan Surakarta sejak 1757 hingga sekarang. Penguasanya  merupakan bagian dari Wangsa Mataram yang dimulai dari Mangkunegoro I/MN I (Raden Mas Said- Pangeran Samber Nyawa). Meskipun berstatus otonom yang sama dengan tiga kerajaan pecahan Mataram lainnya, penguasa Mangkunegaran tidak memiliki otoritas yang sama tinggi dengan Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Penguasanya tidak berhak menyandang gelar Susuhunan ataupun Sultan melainkan Adipati (Wikipedia)

Tanggal 05 September 2022 mendatang tepat 45 tahun sebuah pesawat tanpa awak Voyager milik NASA membawa berbagai musik dunia ke luar angkasa. Kala itu pesawat tersebut membawa misi memperdengarkan musik keluar tata surya kepada penghuni alam semesta lainnya dengan memperkenalkan kebudayaan peradaban bumi melalui media piringan emas. Salah satu musik yang dibawa dan diperdengarkan di luar angkasa yakni Gending Jawa Ketawang Puspawarna ciptaan MN IV (1853-1881). Peristiwa 45 tahun lalu bagi dunia ilmu pengetahuan dinilai begitu membekas karena selain membawa pesawat buatan manusia terjauh dari bumi yakni 19,7 miliar kilometer juga memperkenalkan peradaban budaya di bumi melalui musik.

Majalah National Gegraphic Indonesia edisi September2021 menuliskan Dr. Carl Sagan dari Universitas Cornell ditunjuk NASA sebagai ketua komite seleksi bunyi bunyian musik yang ada di bumi. Komite memutuskan mengikutsertakan gending Ketawang Puspawarna alasannya bahwa gending tersebut mengisi warna baru, dimana nada slendro memiliki system nada Jawa yang sangat khas.

Itu baru satu keunikan Mangkunegaran, lainnya adalah Pasarean Astana Oetara, Banjarsari, Surakarta yang menjadi lokasi makam MN VI beserta keluarga, kerabat, dan abdi dalemnya. Sebagai Adipati yang pernah bertahta antara 1896-1916, MN VI tidak dimakamkan di Astana Girilayu, Matesih, Karanganyar yang selama ini menjadi tempat pemakaman para pemimpin Mangkunegaran. Saat meninggal MN VI di tahun 1928 tempat itu dipilih agar MN VI dekat dengan rakyat. RM. Heryanto selaku juru kunci makam lebih lanjut menjelaskan bahwa arsitek dari Astana Oetara  Ir. Soekarno yang kelak menjadi Presiden pertama RI.

Pelibatan Ir. Soekarno terjadi atas permintaan salah satu putra MN VI dan juga perintis Kemerdekaan, KPH. Soejono Handajaningrat  rekan seperjuangan beliau di Surabaya. Pada tahun 2021 Kompleks Astana Oetara ditetapkan Pemerintah Kota Solo sebagai Cagar Budaya. Kata Astana Oetara berasal dari serapan Bahasa Jawa, yaitu astana yang memiliki makna makam atau kuburan, dan Oetara, yang berarti Utara. Jadi secara harafiah Astana Oetara bermakna pemakaman yang berada di sebelah Utara.

Arsitektur Astana Oetara

Dahulunya bangunan komplek makam ini merupakan bukit yang memiliki luasan sekitar satu hektar, halaman komplek makam rindang nan asri membuat pengunjung merasa nyaman.  Memasuki komplek makam di bulan Juli 2022, saat  mengikuti acara peringatan 1000 hari meninggalnya kakak sepupu, terlihat gerbang dengan  lengkungan besi  berornamen dan  bertuliskan Astana Oetara. Masuk kedalam berdiri  patung separuh badan MN VI lengkap dengan prasasti yang memuat riwayat hidup beliau, selain itu juga dijumpai patung anak kecil bergaya Eropa yang di depannya tegak monumen kecil penetapan Astana Oetara sebagai cagar budaya peringkat kota.

Di komplek yang tidak seberapa luas tersebut terdapat empat bangunan utama,  dua bangunan di sebelah Timur pertama pendopo besar yang digunakan tempat singgah sementara atau kegiatan sosial masyarakat dinamai Pendopo Pantjasila Ing Handaya ningratan disebelahnya ada bangunan galeri  menyimpan berbagai benda-benda kenangan terkait  MN VI berikut kerabatnya. Sebelah barat, bangunan ke tiga masjid berkapasitas hingga 200 jamaah.

Mengarah  Utara merupakan area Kedaton Makam MN VI. Memasuki areal pemakaman dan melewati gerbang yang atapnya bertajuk gaya arsitektur Jawa dan Cina nampak menyerupai kelenteng menjadikan Astana Oetara terlihat unik dan menarik. Mendaki dan sebelum  memasuki bangunan utama makam MN VI, terdapat  dua bangunan kiri kanan makam para selir dan putra-putri MN VI, sedangkan di ruang dalam utama makam hanya berisi makam MN VI dan permaisuri. Menuruni makam MN VI terhampar makam para kerabat  terlihat beberapa nama  tokoh  berkubur di sana antara lain Mayjend TNI-AD (Purn) KRMH Jonosewojo Handajaningrat sesepuh Kodam Brawijaya-Jawa Timur, dan tokoh reformasi 1998 Roy BB. Janis serta masih banyak lagi.

naskah dan foto: Lutfi Sriyono (l.sriyono@gmail.com)

2 Comments Add yours

  1. Avant Garde berkata:

    pernah denger soal astana oetara ini malah belum pernah kesana mas, makasih atas tulisannya 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Terima kasih mas.. 😊🙏

      Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar