Get Lost: Walisongo in Three Days

Membolak-balik catatan perjalanan terselip coretan ziarah walisongo 2009. Mengapa ziarah walisongo ? selain pelancongan rohani juga inilah perjalanan impian wisatawan berkantong tipis, merencanakan perjalanan tanpa fasilitas kemudahan dari biro perjalanan. Seperti kata Ian Jack dalam Granta Book of Travel, perjalanan semestinya adalah petualangan pribadi, beresiko dan menyimpan berbagai kejutan.

Siapa walisongo ? mereka adalah tokoh penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Wali berarti orang yang dipercaya atau yang ditugaskan sedangkan kata songo berarti sembilan.


Senin, 10 Agustus 2009
Bekal informasi internet tentang lokasi, transportasi dan akomodasi kota dimana makam Walisongo berada komplit dalam kantong juga biaya untuk dua hari satu malam tersedia dalam dompet, memberi keyakinan diri melangkah pasti menuju setasiun kereta api Gambir. Menggunakan KA Argo Jati jurusan Jakarta-Cirebon keberangkatan pagi dengan waktu ketibaan tiga jam kemudian, tetapi apa hendak dikata sebelum setasiun Jatibarang lokomotif mogok harus berpindah kereta api di tengah areal persawahan dan seluruh penumpang diminta berpindah gerbong pengganti, seru abis… bedol gerbong… akibatnya kedatangan melorot yang seharusnya tengah hari menjadi sore jam 17.00. Jadual
perjalanan lanjutan dari Cirebon ke Demak (Sunan Kalijaga) Kudus (Sunan Kudus dan Sunan Muria) yang rencananya dilanjutkan pada hari yang sama terpaksa dibatalkan dan mencari penginapan untuk satu malam ini di luar anggaran yang disiapkankan, ziarah pertama ke makam Sunan Gunung Jati terlaksana malam hari.


Selasa, 11 Agustus 2009
Menggunakan bis umum trayek Cirebon-Semarang perjalanan berlanjut, setibanya di Semarang berganti bis jurusan Kudus saat itu waktu menjelang shalat Maghrib jalan antar kota padat dipenuhi karyawan yang pulang kerja, ziarah makam Sunan Demak diurungkan mengingat keterbatasan waktu dan lagi sudah pernah berkunjung. Kepenatan dalam bis berakhir di Kudus untuk beristirahat semalam. Mengenai ziarah Sunan Kudus tidak ada hal menarik yang perlu diceritakan, berbeda saat ziarah Sunan Muria di kaki bukit Muria. Dari kota Kudus mencapai makam Sunan Muria menggunakan angkutan kota di tengah perjalanan penumpang tinggal seorang diri sopir ingkar janji untuk mengantar hingga makam. Diturunkan ditengah jalan dengan arahan agar berganti kendaraan berikutnya beruntung ada ojek sepeda motor yang sedang rehat, mas Nurcholish sopir ojek, enawarkan sewa pulang pergi namun bersyarat yaitu wajib pulang dahulu ke rumahnya di desa berganti dengan sepeda motor yang lebih baik kondisinya. Hati bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan ganti sepeda motor, ternyata alasan tersebut memberi pengalaman baru lainnya. Berkunjung ke desa mas Nurcholish masyarakatnya sangat ramah dan hangat , teringat masa belajar di universitas seorang Gurubesar Sosiologi UI Prof. Dr. Selo Soemardjan rahimahullah memberi kuliah tentang primary group yaitu hubungan sosial secara pribadi tanpa atas suatu kepentingan yang masih banyak ditemukan di daerah pedesaan sebagai jati diri hakiki bangsa Indonesia. Selepas menikmati jamuan siang yang penuh rasa persahabatan, motor dipacu menuju bukit Muria untuk mencapai makam memang perlu kendaraan prima menyusuri jalan sempit
menanjak kiri jurang kanan tebing…istilahnya ngeri-ngeri sedap.


Rabu 12 Agustus 2009,

Hari ketiga, cepat bangun pagi sarapan di hotel guna mengejar bis jurusan Tuban kali ini melewati perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kota Tuban ialah tempat jasad Sunan Bonang di makamkan. Hotel yang dipesan Hotel Basra, Basra ?, adakah hubungan dengan kota di Irak ?, ternyata Basra adalah singkatan dari Basuki Rahmad nama
jalan dimana hotel berada. Makam Sunan Bonag berada di pusat kota sehingga mudah diziarahi. Bertanya-tanya transportasi termudah menuju Sunan Drajat, jamaah sekitar makam memberi arahan menggunakan angkuta kota arah Paciran –Lamongan. Lepas ziarah Sunan Drajat langsung menuju Surabaya, target menziarahi 3 Sunan : Sunan
Ampel, Sunan Giri dan Sunan Gresik kesemuanya dilakukan dengan menyewa taksi, sebelum jam 24.00 taksi mengarah terminal bis Bungurasih untuk melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta selesailah sudah episode plesiran tunggal walisongo, pay less get more.

Naskah: Lutfi Sriyono (l.sriyono@gmail.com)

Foto: Lutfi Sriyono, Wikipedia, Google

Tinggalkan komentar