Dari 10 negara ASEAN, Brunei adalah satu-satunya negara yang belum sempat saya kunjungi sampai pertengahan tahun 2019 ini. Bulan Agustus lalu, saya mendapat tugas kantor ke Bangkok, rekan kerja saya berangkat pagi hari dengan pesawat Garuda, berhubung pagi hari tersebut saya masih ada beberapa pekerjaan di Jakarta, saya baru bisa berangkat siang hari, dan penerbangan yang tersedia antara lain dengan Royal Brunei Airlines, yang transit di Bandar Seri Begawan.

Saya lantas memilih penerbangan dengan Royal Brunei, selain harga tiket pp nya lebih murah sejuta rupiah dari Garuda, ternyata jadwal kepulangannya dari Bangkok ke Jakarta mengharuskan saya transit 20 jam di Bandar Seri Begawan. Kebetulan banget, saya bisa mampir dan mengeksplorasi kota di utara pulau Kalimantan ini.

Sabtu sore 17 Agustus, pesawat yang membawa saya dari Bangkok tiba di bandara Seri Begawan sekitar pukul 4 sore. Setelah melewati imigrasi yang relatif sepi, saya tiba di arrival hall dan bertemu dengan petugas yang menjemput saya. Saya memesan akomodasi 1 malam di hotel Jubilee, kebetulan hotel ini memberikan penjemputan dan pengantaran ke bandara bagi tamu yang menginap di hotelnya. Sekitar 15 menit perjalanan dari bandara, saya tiba di hotel Jubilee yang terletak di kawasan puat kota Bandar Seri Begawan (BSB).

Setelah check in di hotel, saya jalan kaki berkeliling kawasan pusat kota BSB. Kesan pertama, kota ini begitu sepi. Di pusat kota ini tidak banyak hotel berbintang. Saat saya melakukan pesanan di portal hotel online, tak lebih dari 5 hotel berbintang yang tersedia, 1 hotel bintang 5 dan selebihnya hotel bintang 2-4. Akomodasi lain yang tersedia umumnya guest house ataupun apartemen warga yang disewakan harian.

Sekitar 10 menit jalan kaki dari hotel, saya tiba di kawasan masjid Omar Alie Saifudien. Ini adalah masjid terbesar dan termegah di Brunei Darussalam. Masjid dengan kubah berwarna emas ini terlihat cantik di sore hari. Di sekitar masjid ini terdapat kantor kementrian Syariah, lapangan Omar Alie serta taman Mahkota Jubli Emas.

Saat waktu shalat maghrib, saya ikut shalat berjamaah di masjid ini. Jamaah yang shalat disini tidak banyak, hanya 3 shaf terisi, itupun sudah termasuk beberapa wisatawan seperti saya. Interior masjid Omar ini cantik, dengan lampu chandelier kristal dibawah kubah masjid. Mimbar untuk khatib berada di sisi kanan, sementara bagian belakang dijadikan tempat untuk ceramah, lengkap dengan fasilitas layar dan proyektor.

Selesai shalat maghrib, saya berkeliling sekitar kawasan masjid. Di depan masjid ini ada kolam besar dengan monumen perahu tradisional. Di sisi barat, ada taman Mahkota Jubli Emas, disini banyak warga yang datang piknik dengan membawa bekal makan dan tikar. Taman ini berbatasan dengan sungai Brunei, sungai besar yang membelah kota BSB.

Di sisi selatan masjid Omar, terdapat lapangan rumput luas, salah satu landmark di lapangan rumput ini adalah frame besar dengan lampu berwarna kuning keemasan. Dari arah selatan, frame raksasa ini akan membuat masjid Omar yang ada di latar belakang terlihat persis berada di tengah frame. Cantik dan instagrammable.

Dari lapangan ini, kita juga bisa melihat Kampong Ayer, perkampungan warga BSB yang merupakan rumah-rumah panggung diatas sungai Brunei. Beberapa restoran terlihat di tengah Kampong Ayer ini. Untuk menuju kampong Ayer, bisa dengan naik perahu penyebrangan, atau jika naik mobil bisa melalui jembatan Ripas, sekitar 1 km dari lapangan.

Setelah berkeliling kawasan masjid Omar, saya lanjut berjalan kaki ke kawasan perniagaan. Di malam minggu ini ada pasar makanan kaki lima di sekitar bangunan Tourist Information Centre. Saya sempat membeli jus jagung seharga 1 dollar Brunei. Oh ya. nilai mata uang Brunei dipatok sama dengan Singapore dollar. Seringkali kalau kita belanja dengan uang brunei, kembaliannya sebagian dalam Singapore dollar. Di kawasan ini banyak juga remaja setempat berlatih dan bermain skateboard.

Saya lalu mencari makan malam yang lebih serius. Dari kejauhan saya melihat restoran lokal yang terlihat cukup ramai. Menu khasnya nasi katok dan mie goreng Brunei. Sayapun memesan kedua makanan ini. Saat pesanan datang, alamak.. sajiannya ala Portugal.. alias porsi tukang gali.. banyak banget porsinya. Alhasil, saya tidak mampu menghabiskan pesanan saya, yang penting sudah icp-icip makanan khas Brunei.

Setelah makan malam, saya kembali ke hotel berjalan kaki. Di kota BSB ini saya tidak pernah melihat taksi beredar. Sampai di hotel, saya ingin mencoba keliling kota dengan taksi, setelah pesan dari resepsionis hotel, dikabarkan taksi akan tiba dalam 20 menit. Saat taksi datang, iseng saya bertanya ke supirnya, kok saya gak pernah lihat taksi di BSB. Supirnya bilang, di seluruh negeri Brunei, hanya ada 64 mobil taksi, sekitar 50 taksi diantaranya di kota BSB. Taksi-taksi ini memang harus pesan lewat telepon, tidak berkeliaran di jalan.

Minggu pagi, saya sarapan di hotel, dan sekitar jam 9 pagi checkout dari hotel. Sebelum menuju bandara, saya mampir dulu di Mabohai shopping mall. Ini satu dari sedikit shopping mall yang ada di BSB. Mall nya sangat kecil, hanya 2 lantai, mungkin hanya ada 10 toko didalamnya, salah satunya adalah Starbucks, tujuan saya memang untuk membeli tumbler kota BSB, pesanan anak saya. Sekitar jam 10 saya tiba di bandara. Tak lupa membeli beberapa souvenir Brunei di kios bandara. Jam 12 pesawat Royal Brunei take-off membawa saya kembali ke Jakarta. 20 jam yang singkat namun padat untuk kunjungan pertama ke Brunei ini.
