Di Johnnesburg kami menginap di kawasan Bedfordview. Hotel Mercure Bedfordview yang kami pesan bergaya condotel, 2 kamar lengkap dengan ruang makan, ruang keluarga dan dapur. Hotel ini terletak persis di depan Eastgatd shopping mall, salah satu shopping mall terbesar di Joburg. Pagi sebelum tour keliling Soweto dan Joburg kami sempat belanja oleh-oleh di mall yang cukup lengkap ini. Disini juga ada starbucks, tapi sayang tidak ada city tumbler, adanya hanya city mug.
Dari Eastgate Mall kami berangkat menuju Soweto, kota di pinggiran Johannesburg. Nama Soweto merupakan singkatan dari South West Township. Di masa pemerintahan apartheid, Soweto dibangun sebagai kawasan pemukiman warga kulit hitam, sementara Johannesburg khusus untuk warga kulit putih.
Saat ini Soweto merupakan bagian dari greater Johannesburg. Di Soweto, ada rumah kediaman Nelson Mandela sebelum dia jadi presiden, kini dijadikan museum. Di Soweto juga ada stadion Orlando Pirates, klub sepakbola papan atas di Afsel. Kawasan kumuh Soweto pernah dijadikan lokasi shooting film tentang pendaratan Alien, District 9.
Landmark paling terkenal di Soweto adalah Soweto Twin Towers, dikenal juga dengan nama Orlando Towers. Awalnya merupakan cerobong asap dari pembangkit listrik batu bara, kini dijadikan ikon budaya Soweto, dengan lukisan penuh warna.
Namun Soweto juga terkenal dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi. Banyak rumah disini yang pagarnya dialiri listrik, untuk mencegah rampok menerobos. Preman yang memalak biaya parkir ada dimana-mana. Saat saya makan siang di KFC Soweto, counter pesanan dan kasirnya di kerangkeng.. Ngeri-ngeri sedap lah jalan-jalan di Soweto ini.. 😀
Setelah keliling Soweto, kami menuju Apartheid Museum. Museum ini memuat perjuangan rakyat Afrika Selatan melawan politik apartheid yang selama ratusan tahun digunakan warga minoritas kulit putih keturunan Eropa untuk menguasai politik dan ekonomi Afrika Selatan. Salah satu keunikan musium ini, saat membeli tiket seharga 150 Rand, tiketnya secara random memuat tulisan Whites atau Non Whites.
Pintu masuk museumpun dibuat 2 pintu, pemegang tiket Whites masuk melalui pintu Whites, tiket Non Whites masuk melalui pintu Non Whites. Apa yang dilihat masing-masing pemegang tiket di dalam museum berbeda. Ini menggambarkan perlakuan diskriminatif pemerintahan apartheid dimasa lalu.
Boleh dibilang, sebagian besar isi museum ini adalah tentang Nelson Mandela, bagaimana dia berjuang melawan apartheid dan dipenjara selama puluhan tahun, sampai kemenangan perjuangan melawan apartheid dan terpilihnya Mandela sebagai presiden Afrika Selatan. Sayang di dalam museum ini dilarang mengambil foto. Pengunjung hanya dibolehkan mengambil foto di teras luar museum.
Afrika Selatan dan Indonesia punya hubungan kultural melalui batik. Saat Mandela berkunjung ke Jakarta awal 90an, Presiden Soeharto memberi hadiah 6 kemeja batik untuk Mandela. Batik ini sangat disukai Mandela, ia mengenakan Batik sehari-hari saat menjadi presiden Afrika Selatan.
Bagi Mandela, kemeja batik adalah simbol kebebasan. Kemeja batik kemudian di adaptasi jadi pakaian nasional di Afsel, dikenal dengan nama Madiba shirt, kadang disebut sebagai Presidential Shirt. Di museum apartheid di Johannesburg, ada satu panel yang menjelaskan asal-usul Mandela memakai Batik. Untuk mengambil foto panel ini saya minta izin khusus dari petugas museum.
Dari museum Apartheid kami menuju Mandela Square, kawasan plaza di tengah pusat perbelanjaan. Disini ada patung besar Nelson Mandela, pejuang apartheid dan mantan presiden Afrika Selatan. Di kawasan ini juga ada Hard Rock Cafe Johannesburg. Sehari penuh berkeliling Soweto-Johannesburg cukup rasanya untuk melihat landmarks kota ini. Jam 10 malam, saatnya kembali ke hotel untuk beristirahat, sebelum pulang ke Jakarta
Is very good .
https://harapannyata.com/2019/06/30/fpv-real-time/
SukaSuka