Pagi hari di bulan Desember 2018 cuaca cukup cerah berbeda dengan hari kemarin Jakarta diguyur hujan sangat lebat disertai angin kencang bahkan bencana angin puting beliung melanda Bogor memporak porandakan banyak rumah. Kereta Api Serayu jurusan Jakarta ā Purwokerto sudah parkir jalur satu stasiun Pasar Senen tepat jam 09.15 WIB kereta mulai bergerak mengiringi perjalanan waktu yang panjang, sesuai tiket jadual tiba di stasiun Purwokerto jam 19.59 WIB tapi terjadi keterlambatan 30 menit sehingga mundur menjadi jam 20.29 WIB lebih dari sebelas jam berada di kereta api tersebut.


Kebanyakan orang bepergian ke Purwokerto tidak menggunakan Serayu karena rutenya yang memutar lewat jalur Selatan. Jika melewati jalur Utara melewati kota Cirebon waktu berkereta hanya sekitar lima jam saja sedangkan Serayu memakan waktu lebih sebelas jam. Mengapa ? karena lintasan jalur Utara sudah berjalur ganda sehingga kereta tidak perlu saling menunggu bila berpapasan. Sedangkan jalur Selatan kondisinya berbukit-bukit dan belum memungkinkan dibangun jalur ganda, dari stasiun Pasar Senen yang berelevasi 4,7 M diatas permukaan laut menanjak hingga 709 M memasuki kota Bandung.


Titik tetinggi dari lintasan yang dilalui Serayu adalah stasiun Nagreg 848 M merupakan juga stasiun aktif tertinggi di Indonesia, kemudian menurun hingga 75 M diatas permukaan laut di stasiun Purwokerto . Alhasil, selain kecepatan kereta yang dibatasi, setiap kali ada dua kereta berpapasan salah satu harus mengalah dan berhenti. Dalam dunia perkereta apian berlaku ketentuan bahwa kereta kelas ekonomi selalu mengalah apabila berpapasan dengan kereta yang lebih tiinggi seperti kelas bisnis atau kelas eksekutif. Serayu adalah kereta kelas ekonomi, dijalankan dua kali sehari (pagi dan malam). Saat ini kereta api ini menjadi satu-satunya kereta api yang beroperasi dari Jakarta menuju Jawa Tengah dengan rute melintasi Bandung tidak melintasi Cirebon.


Terlepas dari waktu tempuh yang lama, kejenuhan selama di kereta bisa dibalas dengan kenikmatan pemandangan memanjakan mata, kenikmatan ini bisa dinikmati bila menggunakan Serayu pagi. Kenikmatan pemandangan inilah yang menginspirasi sastrawan Ramadhan KH memberi judul kumpulan sajaknya Priangan Si Jelita, yang merupakan ungkapan rasa kagum sang penyair terhadap alam priangan yang indah dengan gunungnya dan hijaunya tetumbuhan sejauh mata memandang dan itu terbukti.


Naskah dan foto : Lutfi Djoko D (l.sriyono@gmail.com)