Yang senang membaca sejarah perang kemerdekaan RI antara tahun 1945-1949 pastilah mengenal dengan baik nama panglima tentara Belanda Generaal SH Spoor yang meninggal tahun 1949. Begitulah saya bersama kelompok “Sahabat Museum” di bulan Nopember 2018 lalu disamping mencoba menelusuri sebagian jejak keberadaan Sang Jenderal yang terkenal itu kami juga mengunjungi dua Makam Kehormatan Belanda (Ereveld).
Perjalanan dimulai dari Klub Perahu Layar (Yacht Club) Ancol, menurut kabar dari sinilah cerita kematian sang Jenderal dimulai. Siang itu pada tanggal 20 Mei 1949 berdasar pengakuan ajudan Spoor bernama RM Smulders mereka berdua makan siang, malamnya Smulders sakit keras dan minggu berikutnya Spoor meninggal. Walaupun kabar yang beredar menyatakan bahwa Spoor meninggal karena diracun tapi dalam biografi Smulders tidak ada tulisan yang mengatakan bahwa mereka berdua sudah diracun saat makan siang tapi kabar bahwa Spoor dan Smulders meninggal karena diracun lama kelamaan menjadi kebenaran yang diyakini banyak orang.
Kabar lain menyebutkan bahwa Spoor tewas ditembak pada suatu sergapan di Tapanuli sebagaimana kesaksian disampaikan dua orang pengawal Spoor kepada Kolonel Bedjo. Kolonel Bedjo salah satu pahlawan lokal Sumatera Utara. Bedjo merupakan pimpinan pertempuran Medan Area 1942, dia juga memimpin pertempuran saat agresi militer Belanda pertama kedua berlangsung. Bedjo disebut sebut sebagai Nagabonar, tokoh rekaan sineas Asrul Sani. Kabar lain tentang kematian Spoor yang lebih spektakuler yaitu di tahun 1950 saat kuburannya dibongkar ternyata kosong dan dia konon diselundupkan ke Amerika Selatan dan meninggal di sana.
Keluar dari Yacht Club, tiga puluh menit dari situ kita sudah tiba di Ereveld Antjol yang saat ini berlokasi sama dengan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) Jakarta Utara. Ereveld Antjol adalah sebuah pemakaman untuk anggota militer dan sipil Belanda serta sejumlah tentara negara negara Persemakmuran (Commonwealth), juga beberapa orang Indonesia yang tewas dalam Perang Dunia Kedua. Makam diresmikan September 1946 memuat 2.000 makam dan dirawat oleh Yayasan Makam Kehormatan Belanda (Oorlogsgravenstichting) , inilah makam kehormatan pertama yang didirikan dinas pemakaman tentara, sekarang Ereveld Antjol merupakan salah satu dari 7 Makam Kehormatan Belanda di Indonesia. Tanah makam berbentuk persegi panjang dikelilingi tanggul karena berada 50 cm di bawah permukaan laut, tanggul dibangun mengikuti standar persyaratan Belanda yang dapat menahan masuknya air laut dan membebaskan pemakaman dari banjir paling sedikit 30 tahun. Lebar Ereveld di belah menjadi dua bagian oleh jalan setapak yang menuju ke monumen. Di sebelah kanan monumen tampak sebuah pohon tua yang telah diawetkan disebut hemelboom (pohon surga), pengakuan seorang saksi mata dahulu banyak tawanan dieksekusi tentara Jepang di bawah pohon ini.
Tokoh yang dieksekusi diantaranya Dr. Ahmad Mochtar, beliau merupakan orang Indonesia pertama yang menjabat Direktur Lembaga Eijkman. Pada masa pendudukan Jepang peneliti di Lembaga Eijkman ditangkap militer Jepang atas tuduhan pencemaran vaksin tetanus. Meski tuduhan tidak pernah terbukti. Ahmad menyerahkan diri pada tentara Jepang dan kemudian dieksekusi mati demi menyelamatkan hidup para peneliti di lembaga yang dipimpinnya. Tak jauh pohon surga berdiri tersendiri pusara seorang wanita Belanda yang bentuknya berbeda dengan makam lainnya. Pusara tersebut adalah makam Luchien (Luut) Ubels. Akibat dari kekeliruan identifikasi , dia ditangkap tentara Jepang. Sebenarnya yang dicari adik laki lakinya L. Ubels (Lambert Sam Ubels). Lambert mendapat masalah dengan tentara Jepang setelah menolak menandatangani surat pernyataan loyalitas. Mungkin Luut tahu bahwa tentara Jepang membuat kekeliruan identifikasi namun dia tetap mengorbankan dirinya demi adiknya. Dia juga menolak menandatangani surat pernyataan loyalitas sehingga di bulan September 1943, Luut dieksekusi dalam usia 24 tahun.
Puas mengeksplorasi Ereveld Antjol, bis ber AC membawa rombongan ke daerah Tebet Jakarta Selatan menuju Ereveld Menteng Pulo, jazad Spoor berkubur di pemakaman ini. Bersebelahan dengan Ereveld juga disemayamkan jazad tentara dari negara negara Persemakmuran (Commonwealth) yang tergabung dalam Sekutu, makam petinggi tentara ternama disini ialah Brigadir AWS Mallaby dari 2nd Punjab Regiment. Mallaby tewas di Surabaya akhir bulan Oktober 1945, tewasnya Mallaby menjadi pemicu perang dahsyat di Surabaya antara Tentara Indonesia dibantu Laskar melawan Sekutu, kelak peristiwa tersebut setiap tanggal 10 Nopember diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Hal lain yang ditemui ialah tersimpannya 754 guci abu orang Belanda yang gugur sebagai tawanan perang di Jepang dan dikremasi di sana selanjutnya di bawa kembali ke Indonesia. Monumen Divisi Tujuh Desember juga memiliki cerita tersendiri, Divisi ini terlibat aktif dalam agresi militer pertama kedua di wilayah Indonesia, sekitar 600 lebih serdadunya tewas selama periode 1947-1949 dan dimakamkan dengan bentuk tanda makam (graftekens op de erevelden) salib putih bertuliskan “7 DD”- 7 December Devisie. Nama Divisi berasal dari pidato Ratu Wilhelmina tanggal 7 Desember 1942 yang pada dasarnya pernyataan sikap Ratu Belanda menolak usulan penentuan nasib sendiri bagi daerah daerah jajahan sebagaimana diusulkan beberapa menterinya.
Menutup kunjungan ke dua lokasi Ereveld timbul pertanyaan mengapa makam kehormatan menjadi penting dan dirawat dengan sangat baik ?. Yayasan Makam Kehormatan Belanda menuliskan bahwa Ereveld di Indonesia mencerminkan sepenggal sejarah Belanda dan Indonesia di Asia Tenggara. Dengan merawat Ereveld di Indonesia Yayasan Makam Kehormatan Belanda ingin memastikan agar para korban dan cerita di balik mereka bisa tetap dikenang dan penggalan sejarah ini mendapatkan pengakuan yang selayaknya, contoh bagi pengelolaan Taman Makam Pahlawan kita.
Naskah dan foto oleh Lutfi Sriyono (l.sriyono@gmail.com)