Jarak dari Beograd ke Sarajevo sekitar 295 km, namun google maps mengindasikan waktu tempuh sekitar 4 jam 50 menit, sepertinya rute kali ini akan banyak melewati jalan pedesaan dan pegunungan. Sekitar 60 km pertama jalannya lewat toll, dengan tarif toll 1,5 euro. Selanjutnya melewati jalan nasional dan jalan pedesaan.
Sekitar 140 km dari Beograd, kami memasuki perbatasan Serbia dan Bosnia-Herzegovina. Antri di imigrasi masing-masing negara tidak panjang, hanya beberapa mobil saja yang melintas. Setelah masuk wilayah Bosnia-Herzegovina, saya mengisi bensin di pom bensin terdekat, sekalian nanya apakah di Bosnia perlu highway vignette atau tidak. Ternyata disini tidak ada sistem vignette.
Tak jauh dari pompa bensin, saya melihat ada toko ban lumayan besar. Saya pun mampir untuk memperbaiki ban yang bocor di serbia kemarin. Meski karyawan toko ban nggak bisa bahasa Inggris, dia paham apa yang harus dilakukan saat saya mengeluarkan ban yang rusak dari bagasi. Saya udah terbayang, pasti mahal ganti ban dan mugkin harus ganti velg yang penyok. Toko ban ini alat2 nya lengkap. Cepat sekali kerjanya, velg yang penyok di palu dan di poles dengan mesin sampai bundar lagi.. trus ban nya diisi angin.. horeee.. ternyata nggak sobek.. kemarin itu ban kempes abis rupanya karena velgnya penyok. Setelah selesai dikerjakan, saya ke kasir nanya berapa ongkos reparasi velg dan bongkar pasang ban nya. Kaget banget waktu di bilang ongkos nya… 5 Bosnian Marka. Sekitar Rp 36 ribu saja, murah banget.. Alhamdulillah gak perlu keluar duit banyak buat betulin ban.
Setelah urusan ban mobil aman, kami melanjutkan perjalanan ke arah Sarajevo. Sekitar 100 km menjelang Sarajevo, jalanan mulai berliku-liku naik turun memutari punggung gunung. Di beberapa tikungan dan tepi tebing, saya melihat banyak di letakkan karangan bunga dan ada beberapa tugu atau monumen kecil. Monumen-monumen itu di lengkapi foto dan nama. Rupanya ada tradisi di sana, jika ada yang meninggal karena kecelakaan mobil, di tempat kecelakaan dibuat monumen kecil, dan keluarga mereka secara berkala berkunjung ke TKP untuk berdoa dan meletakkan karangan bunga. Kami sempat berhenti di tepian danau yang pemandangannya indah untuk mengambil foto.
Sekitar jam 6 sore, google maps mengindikasikan Sarajevo tinggal berjarak 15km lagi, namun jalanan masih berkutat di punggung gunung, belum terlihat ada tanda-tanda memasuki kota besar. Barulah setelah 4 km menjelang masuk Sarajevo, mulai terlihat banyak rumah dan bangunan. Mobil saya arahkan ke city centre, dimana disana terdapat old bazaar, Sebilj Brunnen dan Dzamija Havadze Durak mosque, beberapa obyek wisata dan landmark popular di Sarajevo. Setelah berputar-putar sekitar 15 menit mencari parkir, akhirnya beruntung dapat parkir hanya 100 metet dari old bazaar.
Saat kami sampai di old bazaar, waktu sudah sekitar pukul 18.30, saya kemudian ke masjid Dzamija untuk shalat jama’ dzuhur dan ashar, sekalian nunggu waktu maghrib. Saat saya shalat, terasa beberapa warga lokal ngeliatin saya shalat, yang mungkin terlihat lain sendiri dengan cara shalat warga sana. Setelah saya shalat jama’, gantian saya yang memperhatikan bagaimana warga lokal shalat. Ada beberapa perbedaan dengan cara shalat orang Indonesia. Misalnya, umat muslim Bosnia hanya mengangkat tangan saat takbir pertama saja, selebihnya pada saat rukuk, itidal maupun bangun dari sujud, mereka tidak mengangkat tangan. Saat tahiyat juga tidak menunjukan jari telunjuk. Beberapa jamaah malah tidak duduk saat tahiyat, tapi seperti berlutut.
Saat maghrib tiba, masjid lumayan penuh. Shaf terisi sekitar 8 shaf. Selesai shalat maghrib yang di akhiri dengan salam, 90% jamaah langsung berdiri dan keluar, hampir tidak ada yang berdoa setelah shalat. Yang lanjut berdoa mungkin kebanyakan pendatang atau wisatawan seperti saya. Sekitar 5 menit setelah shalat maghrib selesai, saat saya sedang pakai sepatu, pengurus masjid mengunci pintu utama masjid. Jamaah yang terlambat hanya bisa shalat di teras masjid. Meskipun agak canggung, senang rasanya bisa melihat keragaman umat islam di daratan Eropa ini.
Selesai shalat, kami ke Sebilj Brunnen yang terletak di seberang masjid, untuk berfoto disana. Kemudian kami berkeliling old bazaar untuk membeli beberapa cindera mata Sarajevo. Old bazaar ini sangat ramai meskipun udara cukup dingin, sekitar 2 derajat celcius. Selesai berkeliling old bazaar kami mampir ke salah satu restoran lokal untuk makan malam.
Menunya Burek, semacam pastry, isinya ada yang pakai daging sapi, keju, bayam atau tomat. Jika kita pesan, di potong-potong lalu di timbang. Per porsi harganya hanya 5 Marka, atau Rp 36 ribu. Kami memilih yang isi keju dan daging sapi. Makan di Sarajevo ini sangat muslim friendly, kebanyakan restoran disini halal-certified, Bosnia-Herzegovina memang mayoritas warganya muslim.
Sarajevo ini termasuk kota besar di era Republik Yugoslavia dulu. Kota ini pernah menjadi tuan rumah Olimpiade musim dingin pada tahun 1984. Sampai sekarang, stadion dan arena yang digunakan untuk Olimpiade dijadikan tempat wisata yang cukup populer disana. Banyak toko souvenir yang tetap menjual souvenir bertema Olimpiade musim dingin meskipun event nya sudah lebih dari 30 tahun yang lalu.
Di Bosnia-Herzegovina ini kami hanya mampir saja, tidak menginap. Selesai makan malam sekitar jam 8, kami kembali ke mobil untuk ke kota tujuan berikut, Podgorica, ibukota Montenegro yang berjarak sekitar 225 km dari Sarajevo. Saat google maps saya set ke City Hotel Podgorica, perkiraan waktu tempuh sekitar 4 jam. Hmm.. tengah malam lagi nih sampainya.
Saya kemudian mengemudikan mobil keluar Sarajevo, dan kembali jalannya berliku-liku melewati punggung gunung. Sarajevo ini memang kota yang terletak di lembah antar pegunungan. Sebentar saja keluar Sarajevo, kita sudah memasuki jalan-jalan pegunungan. Satu jam dari Sarajevo, mobil saya di stop polisi. Aduuh.. kenapa lagi nih.. jadi was-was kalau di stop Polisi. Dia lalu menegur saya dengan bahasa lokal. Saya jawab.. I don’t understand, we are tourists. Polisinya kemudian senyum, menunjuk saya.. tourist.. kemudian menunjuk dadanya.. police.. lalu dia menepuk bahu saya dan memberi isyarat saya boleh lanjut. Dari kaca spion saya lihat polisi tersebut juga menyetop mobil di belakang saya. Mungkin ini razia rutin disana.
Sekitar 5 km dari pemeriksaan polisi tadi, jalan bercabang dan google maps menginstruksikan saya belok kanan dan stay di jalan tersebut sekitar 40 km. Rasanya inilah jarak 40 km yang paling menegangkan yang pernah saya tempuh. Jalannya sungguh jelek, jalan batu, berliku dikiri kanan hutan dan jurang, di banyak tempat banyak tanah becek ataupun longsoran tanah, tidak ada lampu jalan, tidak ada perumahan, tidak ada pom bensin. Sepanjang 40km tersebut yang saya tempuh dalam 1 jam lebih, hanya satu kali berpapasan dengan mobil lain, itupun truk militer. Rasanya seperti di twilight zone.
Setelah 3,5 jam mengemudi dari Sarajevo, akhirnya saya sampai di perbatasan Bosnia-Herzegovina dengan Montenegro. Perbatasan ini sangat sederhana, di sisi Bosnia Herzegovina hanya berupa kabin sederhana. Setelah di periksa paspor dan dokumen mobil, saya menyebrang ke arah Montenegro melalui jembatan kayu yang hanya muat 1 mobil. Jembatan kayu ini melintasi jurang yang cukup dalam. Di ujung jembatan sana tampak gambar perisai bergambar burung elang, lambang negara Montenegro. Saya kemudian menghampiri pos imigrasi Montenegro, yang jaraknya agak jauh dan berbelok dari jembatan kayu tadi. Sampai di pos imigrasi Montenegro, pos nya kosong, tidak ada petugas. Setelah menunggu beberapa saat, barulah keluar petugas imigrasi dari gedung disamping pos imigrasi, wajahnya terlihat ngantuk. Mungkin tadi dia sudah tertidur karena tidak ada mobil yang lewat.
Lewat dari imigrasi Montenegro, jam sudah menunjukan waktu sekitar pukul 23.30, sementara perkiraan waktu ketibaan di city hotel Podgorica masih sekitar 1 jam lagi. Podgorica, here I come..!
Makin gak sabar untuk ngikuti jejak Mas Nelwin nih… hueheheheh….
SukaSuka