Down to gorky park.. listening to the wind of change..
Lagu ballad milik band Scorpions ini terngiang di benak saya saat pesawat Thai Airways yang membawa kami tiba di bandara Domodedovo International, setelah menempuh perjalanan selama sekitar 9 jam 40 menit dari Bangkok.

Sabtu 1 April 2017, sekitar jam 4.30 sore waktu Moscow, saya melangkah keluar pesawat Boeing 777 milik Thai Airways, menuju imigrasi. Sebelumnya saya sudah pernah di informasi dari seorang sahabat, proses imigrasi di bandara Moscow ini termasuk lama, 1 orang bisa 15 menit prosesnya, ternyata saat saya di imigrasi, proses nya cepat.. tak sampai 5 menit sudah selesai.

Lewat imigrasi, saya menuju pengambilan bagasi. Waktu check in di Soekarno Hatta sehari sebelumnya, bagasi sudah check through sampai Moscow. Sudah sehari nggak ketemu koper.. kangen juga.. 😀 Saya kemudian menuju custom dan lewat tanpa pemeriksaan bagasi.

Kami kemudian menuju stasiun Aeroexpress train, beli tiket di mesin tiket dengan menggunakan kartu kredit. Harga tiketnya 500 rubel per orang, sekitar Rp. 120.000. Perjalanan kereta di tempuh selama 40 menit. Terlihat pemandangan sekitar rel yang masih banyak di selimuti salju tipis. Sampai di stasiun Paveletsky, kami di hampiri beberapa pengemudi taksi gelap, yang menawarkan transport ke hotel. Setelah tawar menawar, di sepakati tarif 700 rubel menuju Izamilovo Beta Hotel, tempat kami menginap selama 2 hari kedepan. Cuaca Moscow cukup dingin, sekitar 2 derajat celcius. Bahkan paginya ternyata masih turun salju.

Kami sampai di hotel sekitar jam 7 malam. Setelah check in, kami membeli simcard lokal di toko di lobby hotel, oleh penjualnya disarankan pakai operator Beeline. Menurut informasi, ini adalah simcard yang bagus buat internetan, harganya pun murah, 200 rubel (46 ribu rupiah) dengan paket data unlimited selama 11 hari. Kami kemudian naik ke kamar. Jika dilihat eksterior hotel, area lobby dan lift, hotel bintang 3 yang memiliki 800an kamar ini terlihat modern dan apik, tapi setelah keluar lift, lorong menuju kamar terlihat kusam dan tua. Begitu masuk kamar, kesan tua makin terlihat. Kamar mandi, tempat tidur dan furniture nya sangat bernuansa 70an. Sungguh kontras antara eksterior hotel dan interior kamar. Saya pesan hotel ini di situs pemesanan hotel karena ratingnya bagus dan foto2nya terlihat keren. Ternyata realitanya tidak sebagus yang tampak di foto 🙂

Setelah menyimpan koper dikamar dan rehat sejenak, kami berjalan keluar untuk menuju pusat kota. Izmailovo Beta hotel ini terletak persis di depan stasiun metro dan stasiun bus. Dari stasiun metro Partizanskaya, kami naik metro sejauh 5 stasiun dengan tarif one way 55 rubel. Cukup menantang juga mencoba membaca nama-nama stasiun metro dalam aksara cyrilic ini.

Kami turun di stasiun Ploschad Revolyutsii yang berjarak sekitar 300 meter dari red square. Dari jauh sudah terlihat cahaya dari lapangan merah ini. Di ujung sana tampak St. Basil Cathedral, di kanan Istana Kremlin dan di sebelah kiri bangunan pusat perbelanjaan.

Cantik sekali suasana lapangan merah di malam hari. Suhu udara 1 derajat celcius tak menjadi halangan bagi banyak wisatawan yang menjelajahi berbagai sudut lapangan merah. Obyek yang paling banyak di datangi wisatawan untuk mengambil foto adalah St. Basil Cathedral. Gereja orthodox ini merupakan salah satu landmark paling terkenal di dunia dan menjadi ikon kota Moscow. Gereja dengan beberapa menara yang kubahnya berwarna warni seperti permen ini tampak semakin cantik disinari lampu-lampu di sekeliling cathedral.

Di sekeliling red square ini ada 3 gereja, istana kremlin dan mouseleum yang menyimpan jasad Lenin. Tapi di malam hari tempat-tempat wisata ini tutup, jadi pengunjung hanya bisa melihat-lihat bagian luarnya saja. Sekitar jam 10.30 malam kami kembali ke hotel. Di depan hotel kami menginap ada mall kecil yang didalamnya ada resto yang buka 24 jam. Kami mampir dulu kesana untuk makan malam di burger king.

Minggu pagi, setelah sarapan, kami berangkat dari stasiun Partizanskaya menuju lapangan merah lagi. Kenapa kesana lagi? Karena pemandangan disini berbeda antara malam dan siang hari. Kami sampai di areal lapangan merah sekitar pukul 9.30 pagi. Saat menuju lapangan merah dan mengambil foto.. seseorang menghampiri kami, dia menawarkan mengambilkan foto saya dan istri. Dia tanya, where are you from? China? Kita jawab dari Indonesia. Lalu dia bilang, let’s take pictures with my friends, I am Stalin and my friend is Lenin sambil menunjuk temannya yang berpakaian dan berdandan ala Lenin. Saat itu saya langsung sadar, ini orang2 yang berprofesi sebagai aktor foto bayaran. Tapi boleh juga lah, buat foto lucu2an. Selesai berfoto, seperti yang sudah saya duga, mereka minta uang, we are professional actors.. pay us money. Saya tanya berapa, mereka minta 1.000 rubels per orang. Saya bilang kemahalan, saya kasih aja 500 rubels untuk mereka bertiga, mereka lalu minta 500 per orang. Saya bilang, you didn’t tell me before, 500 for all of you. Abis itu saya tinggalin aja, untung mereka nggak ngotot 🙂

Kami lalu melanjutkan foto-foto di seputar lapangan merah. Karena ini minggu pagi, gereja2 yang ada di sekitar lapangan merah banyak didatangi umat yang mengikuti kebaktian. Di lapangan merah ini saya kemudian mencoba mereplikasi pose cover komik Titin di Soviet, dengan mengenakan kaos Tintin di Soviet. Meskipun pagi itu suhu udara 1 derajat celcius, saya paksain berpose dengan hanya mengenakan kaos tipis.. brrrr…

Sekitar jam 11.30 siang, saya di kontak teman kuliah saya yang warga Moscow, dia mengajak saya berkeliling Moscow dengan mobilnya. Saya sudah 20 tahun tidak bertemu Sergey, teman kuliah S2 tahun 1996-1997 dulu. Rentang waktu 20 tahun tak banyak mengubah penampilannya.. dari jauh saya langsung mengenali sosok tinggi besarnya. Setelah ngobrol sejenak, kami masuk ke mobilnya, karena di lapangan merah ini nggak boleh berhenti lama-lama.

Sergey mengajak kami berkeliling kota Moscow, mulai dari ringroad 1 yang mengelilingi kompleks Kremlin, ring 2 yang merupakan kawasan gedung-gedung pemerintahan, sampai ke ring 3 yang banyak apartemen untuk pegawai pemerintah dan masyarakat menengah atas. Sergey menceritakan bahwa Moscow di kelilingi 7 ring roads, yang konsep awalnya merupakan sistem pertahanan kota dari agresi musuh. Di Moscow juga ada 7 bukit yang di setiap puncaknya dibuat gedung yang bentuknya hampir sama. Kami diajak mampir ke kawasan Moscow City, yang merupakan kawasan baru, disana dibangun gedung-gedung pencakar langit yang baru dimulai sekitar 10 tahun lalu. Ke depannya kawasan ini akan dijadikan pusat bisnis dan keuangan Moscow. Sepanjang jalan, Sergey banyak bercerita tentang masa-masa era Uni Sovyet dan masa Russian Republic. Saat saya tanya, enak mana? Dia bilang, buat saya jelas lebih enak masa Russian Republic seperti saat ini, tapi kalo tanya bapak saya, dia selalu merindukan masa-masa kejayaan Uni Sovyet. Hmm.. ternyata gagal move on itu ada dimana-mana yah.. 😉

Hampir 2 jam kami berkeliling Moscow, kemudian Sergey mengajak kami makan siang di restoran Algeria. Dia nanya saya mau makan apa, saya bilang apa aja asal bukan B2. Trus dia bilang, hey, that’s why I take you to this Algerian restaurant, do you think they will serve pork? Ehehehe.. maap saya lupa om.. Sergey bilang resto ini dekat dengan rumahnya, dan istrinya akan gabung makan siang. Tak lama istrinya datang dan bergabung dengan kami. Menunya koush koush dengan ayam dan udang. Lezat banget deh. Kami melanjutkan obrolan sampai sekitar jam 4.30 sore, diskusi yang menyenangkan, istrinya bilang mereka sudah lama ingin ke Bali tapi belum kesampaian. Sergey kemudian menyarankan kami kembali ke lapangan merah dengan berjalan kaki. Dia kemudian mendrop kami di satu jalan, yang untuk menuju lapangan merah tinggal jalan lurus-lurus saja sekitar 30 menit. Menyenangkan jalan kaki sore hari disini, banyak area yang merupakan kawasan khusus pejalan kaki. Menyenangkan melihat Moscuvite (penduduk Moscow) beraktivitas di Minggu sore. Sekitar jam 5 sore kami sampai kembali di kawasan Red Square.

Sekitar jam 6 sore saya janjian dengan Natalie, mahasiswi Indonesia yang kuliah S2 di Moscow. Tak lama dia datang bersama temannya, penduduk asli Moscow. Natalie dan Alex menanyakan kami sudah kemana aja, dan mau liat apa lagi. Kami lalu di sarankan ke White Cathedral (Christ the Saviour) yang merupakan gereja utama di Moscow. Kami naik metro sejauh 2 stasiun dari lapangan merah. Sampai disana, sekitar jam 7 malam, langit sudah mulai senja, dan lampu-lampu mulai dinyalakan. Sekilas, White Cathedral ini bentuknya mirip masjid raya Banda Aceh 😀

Dari white cathedral kami lanjut ke jembatan yang terletak di belakangnya. Jembatan khusus pejalan kaki ini melintasi sungai Moskva. Dari jembatan ini kita bisa melihat kompleks Kremlin di sisi kiri dan monumen Peter The Great di sisi kanan.

Monumen Peter The Great ini terlihat dekat dari jembatan, namun saat kami menuju kesana, ternyata jalannya harus memutar cukup jauh, lumayan bikin pegel. Monumen ini menggambarkan kejayaan Peter The Great dan jumlah perang yang dia menangkan. Jumlah perang ini di simbolisasikan dengan jumlah haluan kapal yang menjadi alas dari moumen ini.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke kawasan belanja Arbat. Disini banyak toko-toko high fashion, luxury goods dan juga Hard Rock Cafe Moscow. Ada juga satu dinding yang dijadikan memorial untuk penyanyi rock Rusia, Viktor Tsoi, yang meninggal muda karena kecelakaan. Setiap hari ada saja penggemarnya yang berkumpul gitaran dan bernyanyi disini.

Di jalan ini juga ada rumah penyair paling terkenal Rusia, Pushkin, yang sekarang dijadikan museum. Setelah berjalan-jalan disini, kami berpisah dengan Natalie dan Alex, karena mereka harus mengerjakan tugas kuliah, sementara kami masih ingin berjalan2. Kami lalu lanjut ke Hard Rock Cafe Moscow, untuk beli T-Shirt dan merchandise lainnya. Jam 11 malam, kami kembali ke Izmailovo untuk beristirahat, besok pagi sekali musti berangkat ke bandara, bagian selanjutnya dari petualangan kami, menuju Athens, Greece.