Kota yang terletak di wilayah selatan Perancis ini merupakan salah satu kota penting bagi umat katolik, karena kota ini pernah menjadi pusat kepemimpinan umat katolik. Antara tahun 1309 sampai 1377, tujuh orang Paus secara berturut-turut tinggal dan memimpin umat katolik dari kota ini, bukan dari Roma. Periode ini dikenal sebagai periode Avignon Papacy. Sebagai kota yang menjadi pusat pimpinan katolik, kota Avignon pada saat itu dibangun lengkap dengan istana untuk Paus, katedral dan bangunan-bangunan administrasi serta perumahan warga. Kompleks bangunan istana Paus (Palais des Papes), Avignon Cathedral dan jembatan Pont Saint Benezet merupakan bangunan yang dilindungi oleh UNESCO sejak tahun 1995.
Saya mengunjungi Avignon pada 25-26 Maret 2013, bersama istri dan teman-teman. Kami berangkat menuju Avignon sore hari setelah seharian berkeliling Monaco. Jarak Monaco-Avignon sejauh 280an km di tempuh sekitar 3 jam dengan bus. Kami sampai di Avignon sekitar jam 8 malam, pas waktunya untuk makan malam. Kami makan di restoran Le Bercail. Restoran yang terletak di tepian sungai Rhone ini memiliki teras luar yang menghadap ke kompleks istana Paus. Cantik sekali pemandangannya di malam hari, sayang udara malam itu cukup dingin, sehingga kami memilih untuk makan malam di dalam restoran yang lebih hangat. Menunya makanan Perancis, seperti chicken roll dan beef stew (boeuf bourguignon), lezat rasanya, cocok buat lidah Indonesia.
Setelah makan malam, kami menuju hotel sekitar jam 9.30 malam, kami menginap di Novotel Avignon. Di kota Avignon ini ada beberapa Novotel, nord, sud dan centre, kami menginap yang di Novotel Nord. Hotel bintang empat ini tarifnya sekitar 80 euro per malam. Setelah check in, kami segera beristirahat, karena besok paginya akan berkeliling kota Avignon. Paginya, setelah sarapan di hotel, kami bersiap-siap untuk menjelajah keindahan kota tua ini.
Sekitar jam 9 pagi kami meninggalkan hotel, perjalanan dari hotel menuju kompleks Palais des Papes ditempuh sekitar 15 menit. Karena jalanan di dalam kompleks ini tidak bisa dimasuki kendaraan besar, kami di drop di pintu gerbang Palais de Papes yang menghadap sungai Rhone. Dari sini kita bisa melihat jelas bangunan jembatan antik Pont Saint Benezet. Jembatan ini antik karena merupakan bangunan jembatan yang terputus. Dulunya di abad 13 jembatan ini menghubungkan kedua sisi sungai Rhone, tapi setelah hancur di abad 14, jembatan ini kemudian coba dibangun kembali, namun setiap kali terjadi banjir di sungai Rhone, bagian tengah jembatan ini selalu ambruk. Akhirnya sejak abad 17 jembatan ini ditinggalkan begitu saja, tidak dilanjutkan renovasinya.
Setelah berfoto-foto di depan jembatan ini, kami memasuki kompleks Palais des Papes. Selain pintu utama yang cukup besar dan bisa di masuki mobil, di sepanjang dinding batas kompleks Palais des Papes ini juga ada beberapa pintu masuk kecil untuk pejalan kaki, bentuknya unik, seperti tembok yang di ambil beberapa batu batanya, jadi tidak lurus garis lubang masuknya.. 🙂 Oh ya, untuk memasuki kompleks bersejarah ini, kita perlu membeli tiket masuk seharga 11 euro.
Kompleks Palais des Papes ini cukup besar, di dalam batas tembok kota tua ini merupakan tempat tinggal bagi sekitar 12 ribu warga Avignon, dari total populasinya yang sekitar 90 ribu jiwa. Banyak rumah tinggal dan tempat usaha di dalam kompleks. Begitu memasuki kompleks Palais des Papes, kita disambut dengan deretan toko-toko souvenir. Saat melihat-lihat souvenir yang dijual, saya cukup terkejut melihat satu rak bertuliskan Opium. Tadinya saya pikir, di kawasan ini konsumsi opium di legalkan, seperti beberapa kawasan di Amsterdam yang membolehkan konsumsi Marijuana, ternyata itu semacam pewangi ruangan dari kayu yang direndam dengan aroma tertentu. Kalo beli banyak terus di taruh di ruangan berukuran kecil, wanginya bisa bikin teler gak ya..? 😀
Kami melanjutkan berjalan kaki ke tengah kompleks, menuju Palais des Papes. Setelah melewati beberapa lorong jalan, kami tiba di sebuah lapangan terbuka, yang merupakan kawasan pusat kompleks. Di sinilah bangunan istana kepausan berada. Bangunan istana ini sejatinya merupakan dua istana yang digabungkan, yaitu istana lama untuk Paus Benedict XII dan istana baru untuk Paus Clement VI. Karena merupakan dua istana yang digabungkan, bangunan istana ini terlihat sangat lebar. Pada masanya, gabungan kedua istana ini merupakan bangunan gothic terbesar di Eropa. Di belakang istana ini terdapat perpustakaan kepausan yang memuat ribuan buku.
Di bagian tengah kompleks bersejarah ini, berdampingan dengan Palais des Papes, juga terdapat Avignon Cathedral. Berbeda dengan bangunan istana kepausan yang begitu megah dan besar, Avignon Cathedral ini terlihat kecil dan disain eksteriornya terlihat sederhana. Bahkan jika dibandingkan dengan katedral lainnya di beberapa kota besar Eropa yang umumnya bergaya gothic penuh ornamen dan ukiran, Avignon Cathedral ini terlihat begitu bersahaja. Karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat masuk ke dalam katedral ini.
Bangunan bersejarah lainnya di kawasan ini adalah Petit Palais, yang merupakan tempat tinggal Uskup Avignon sebelum Paus tinggal di kota ini di abad 14. Saat ini bangunan ini dijadikan musium seni. Banyak lukisan karya seniman Italia dan perancis abad 13-15 menjadi koleksi dari musium ini. Beberapa seniman besar yang karyanya dipajang disini antara lain Botticelli, Carpaccio dan Bellini. Di halaman belakang musium ini terdapat cafe dengan pemandangan taman yang sejuk.
Kami kemudian melanjutkan berkeliling kawasan kota tua ini, luas kawasan kota tua ini sekitar 22 hektar, cukup pegal juga berjalan kaki mengelilingi kawasan ini, namun menyenangkan melihat berbagai aktivitas warga di dalam kota tua, terutama buat yang hobi belanja, sepanjang jalan-jalan di kawasan ini dipenuhi deretan toko dan restoran. Ada juga toko-toko yang spesialis menjual perlengkapan ibadah dan souvenir untuk umat katolik. Menjelang siang, kami meninggalkan Avignon untuk melanjutkan perjalanan menuju Barcelona.