Beberapa waktu lalu kami berkesempatan berkunjung ke New Zealand (Selandia Baru). Kami meninggalkan Jakarta menggunakan maskapai penerbangan Qantas menuju Sidney Australia. Mendarat di Sidney Airport harus nunggu sekitar 3 jam sebelum melanjutkan perjalanan ke Auckland Airport kami sudah diberi tips oleh teman untuk tidak lupa mengintip pegunungan sekitar kota Auckland melalui jendela pesawat, akan terlihat pemandangan menakjubkan yaitu hamparan karpet putih yang berkejar-kejaran dengan pesawat. Ternyata setelah diamati hamparan karpet putih tersebut adalah sekelompok biri-biri yang berlarian, gak heran banyak orang yang bilang di Selandia Baru lebih banyak biri-birinya daripada manusianya.
Suhu udara yang cukup sejuk serta sinar matahari bersinar terang menyambut kami. Auckland saat itu musim gugur dengan temperatur antara 11 – 17 derajat Celcius, setelah bagasi semua masuk taksi kami menuju penginapan. Selandia Baru terbentang sepanjang 269.057 km persegi, menurut sumber the Macquarie World Atlas, terdiri dua kepulauan North Island, disini Auckland berada, dan South Island. Penduduknya bangsa Maori dan kebudayaannya Polinesia. Tahun 1642 Abel J Tasman (pelaut Belanda) menemukan South Island sehingga bangsa Eropa mengenal keberadaan Selandia Baru. Kemudian bangsa Belanda memberi nama Niew Zeeland. Captain Cook tiba di North Island pada tahun 1769. Captain Cook melaporkan penemuannya ke kerajaan Inggris. Mulailah peradaban baru di Selandia Baru dengan kedatangan bangsa Eropa dan Amerika .
Begitu kami tiba di penginapan. Wah saya langsung jatuh cinta dengan Selandia Baru ini. Bayangkan saja baru bagian utara, mata sudah kelilipan nggak bisa merem. Pokoknya cuaaantik banget. Esok harinya kami mencoba menjelajahi Auckland. Dekat pusat kota terdapat Parnell Village, kami meluruskan kaki sejenak sambil melepas lelah dengan minum kopi di halaman toko yang dulunya adalah rumah bergaya arsitektur Victoria.
Auckland adalah kota terbesar dan paling menarik di Selandia Baru dan juga pusat perdagangan dan perindustrian yang sibuk. Kota taman sub-tropika yang menarik ini mempunyai dua teluk bermandikan sinar matahari dan juga dikenal sebagai “Kota Perahu Layar” karena banyaknya jumlah perahu layar untuk setiap penduduk dibandingkan tempat-tempat lain. Menghiasi lingkungan kotanya adalah jembatan-jembatan yang indah, perairan bergemerlapan di teluk Hauraki dan puncak gunung berapi pulau Rangitoto yang mengawal pintu masuk ke pelabuhan Waitemata. Satu ciri hidup orang Selandia Baru adalah kehidupn di dalam dan di luar rumah (indoor/outdoor living).
Rumah-rumah perorangan biasanya memiliki halaman belakang dan kadang-kadang juga memiliki tempat untuk mengadakan barbeque.
Istirahat sebentar di Parnell Village, memutuskan jalan lagi. Kali ini menelusuri jalan terbesar dan teramai di Auckland “Queen Street” selanjutnya naik hop on/hop off (bis naik turun sesuka hati) menuju Auckland Museum. Next target :….”Kelly Tarlton”, aquarium besar yang khusus dibuat dimana ikan-ikan berenang di atas kita, disana dapat dilihat burung penguin hidup, ikan-ikan benua Antartika, ikan pari berduri raksasa dan lebih dari 1.500 species ikan lainnya.
Hari ketiga, pagi-pagi udah siap pergi lagi. Kali ini tujuannya Waitomo untuk melihat Glow Worm Caves (gua ulat bercahaya) sekitar 3 jam perjalanan dari Auckland. Masuk ke gua, pertama kali masih seperti gua-gua di Indonesia, isinya stalagtit dan stalagmite, kami berjalan di jalan setapak yang sudah disediakan. Tata lampu seperti di gua Jatijajar, membuat suasana gua jadi indah. Di tengah-tengah gua, ada ruangan luas layaknya hall, kata penjaga disana, itu tempatnya penyanyi Mariah Carey dan Whitney Houston biasa nyanyi, formasi gua membuat suara mereka lebih oke. Gua ini juga disewakan untuk acara orang-orang kaya kalau mau pesta. Sehabis melewati hall, jalan mulai menurun, gelap dan terlihat sungai di bawah. Disinilah tinggal ulat-ulat itu, satu-persatu pengunjung diminta naik perahu, ada yang mandu. Setelah semua duduk, tukang perahu mulai cerita tentang ulat bercahaya tersebut. Mulai dari sini kita tidak diperbolehkan memotret dan berisik, karena bisa mengganggu komunitas ulat. Setelah itu perahu mulai berjalan (udah ada tali malang-melintang) jadi tukang perahu tinggal mengikuti tali aja, nggak ngayuh dan nggak bersuara. Katanya glow worm itu di Sulawesi juga ada, tapi berhubung belum pernah tahu, jadi nikmati aja.
Dari Waitomo, perjalanan dilanjutkan ke Rotorua, kota yang terkenal dengan peninggalan budaya bangsa Maori. Bangsa Maori yang dikenal sebagai “Tengata Whenua” atau bangsa daratan adalah kelompok penduduk asli non Eropa terbesar. Untuk melihat budaya Maori kami berkunjung ke Institut Kesenian Maori Selandia Baru, institute ini dibangun terutama untuk pemeliharaan dan pameran kebudayaan Maori disana juga terdapat sekolah tenun dan pahat. Puas melihat-lihat budaya Maori lanjut melihat thermal (pancaran air panas) di Whakarewarewa. Di dekat Rotorua ada Farm Show yang diselenggarakan oleh Rainbow Farm Show disitu dipertontonkan cara mencukur bulu domba, penggiringan biri-biri dengan anjing, penasaran ingin melihat burung khas Selandia Baru (Kiwi) datang aja ke Rainbow Spring, disana dapat juga dilihat Kadal Tuantara, Ikan Trout, Rusa Merah, Babi Hutan, Captain Cooker dan lain-lain.
Tak terasa waktu menjelajahi Rotorua telah habis, pemandangan penuh pesona flora dan fauna disudahi. Tak heran apabila dikatakan “jika Selandia Baru adalah oasis terakhir bumi, maka sudah pastilah Rotorua adalah jantungnya”.
Naskah oleh Lutfi Sriyono (l.sriyono@gmail.com)
Foto-foto dari Google
Pernah dimuat di Majalah Kawasan Berikat Nusantara Edisi 39/Mei-Juni 2008