Beijing dapat dicapai dari Jakarta dengan beberapa maskapai penerbangan. Garuda melayani direct flight, sementara airlines lainnya dengan connecting flight. Harga tiket pesawat Jakarta-Beijing pp berkisar mulai dari 3-10 juta, tergantung airline dan kapan kita melakukan reservasi. Untuk bisa berkunjung ke Beijing, pemegang paspor Indonesia wajib memperoleh visa China terlebih dahulu, yang harus diurus di Indonesia, tidak bisa visa on arrival.
Saya berkesempatan mengunjungi Beijing bersama rekan kerja, pada awal Januari 2008. Kami menggunakan pesawat Garuda dari Jakarta dan tiba di Beijing pada tanggal 8 Januari malam. Kami menginap di Holiday Inn Beijing. Saat kami sampai di hotel, udara malam hari sekitar minus 2 derajat celcius, udara yang cukup dingin, tapi karena tidak ada uap air, salju belum turun. Meskipun udara dingin menggigit, kami menyempatkan berjalan-jalan di sekitar hotel, melihat para pedagang buah dan sempat makan malam di salah satu gerai makanan cepat saji.
Pagi 9 Januari, kami bersiap-siap untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di Beijing. Tujuan pertama adalah istana musim panas Yiheyuan (summer palace). Istana yang terletak di tepi danau ini dibangun oleh dinasti Qing. Saat kami disana, karena cuaca sudah mencapai minus 4 derajat, danau Kunming disanapun membeku, sehingga tidak bisa berwisata perahu di danau ini. Padahal di tengah danau Kunmingini ada 3 pulau yang sebetulnya bisa dikunjungi dengan perahu. Ya salah juga sih, mengunjungi istana musim panas kok di musim dingin.. 😛
Perahu wisata yang terjebak es di danau yang membeku.
Tujuan wisata berikutnya adalah Temple of heaven (Tiantan), yang terletak di selatan Beijing. Kompleks kuil ini didirikan oleh Kaisar Yongle di abad 15, dan menjadi tempat untuk upacara menyambut musim panen.
Bangunan utama di kompleks ini adalah The Hall of Prayer for Good Harvests, bangunan kuil berbentuk bundar yang terdiri dari 3 lantai. Bangunan kuil ini dibuat seluruhnya dari kayu tanpa menggunakan paku. Selain great wall, Temple of heaven ini biasanya menjadi latar belakang foto grup wisata. Di sekitar temple of heaven ini terdapat taman yang luas. banyak warga lansia Beijing yang berekreasi di taman ini, ada yang senam, main catur atau menari dengan kain dan pita, maupun memainkan alat musik tradisional china.
Selesai wisata di Summer Palace dan Temple of heaven, kami dibawa ke tempat-tempat belanja seperti toko giok dan toko obat. Bagi saya, kunjungan ke tempat-tempat seperti ini tidak menarik, tapi karena ikut rombongan, mau nggak mau ikut kesana, kadang saya memilih menunggu saja sambil tiduran di bis wisata 🙂
Hari kedua di Beijing, kami berwisata ke Great Wall, atau Tembok besar. Menurut informasi pemerintah China, panjang keseluruhan tembok besar China ini sekitar 21ribu kilometer, jauh lebih panjang dari estimasi sebelumnya yang diperkirakan 8.800km. Di sekitar Beijing, ada beberapa lokasi Great Wall yang menjadi obyek wisata, salah satu yang paling populer adalah seksi Juyong pass. Bagian inilah yang kami kunjungi.
Dari pintu masuk ke kawasan Great Wall ini, kita akan menemukan bagian tembok besar yang relatif datar, disini banyak dipajang panji-panji jaman kekaisaran China, dan juga menjadi lokasi foto favorit untuk foto grup. Buat yang suka tantangan, bisa mencoba mendaki bagian tembok besar China yang menanjak curam. Anda harus mendaki ratusan anak tangga untuk mendapatkan pemandangan seputar Beijing dari ketinggian. Di beberapa bagian, kemiringan anak tangga sangat curam, mungkin sekitar 60 derajat kemiringannya. Mendaki bagian ini dijamin membuat nafas tersengal. Sebagian teman saya menyerah, tidak kuat nanjak sampai ke stasiun atas. namun bagi yang berhasil memanjat ke atas, disana anda bisa membeli Sertifikat yang bertuliskan “I Have Climbed The Great Wall” seharga sekitar 30 yuan.
Setelah mendaki ke first post, kita bisa turun kembali melalui anak tangga yang curam, atau lewat jalan belakang yang relatif lebih landai. Sampai dibawah, kita bisa menyewa berbagai pakaian tentara kekaisaran China, harga sewanya sekitar 100 Yuan. Foto dengan pakaian tentara China ini dijamin bikin tambah ganteng dan gagah.. hehehe.. perut gendut diiket pakai rompi bertali sebelum ditutup dengan pakaian zirah berlapis logam, lumayan berat pakaian ini, di saat musim dinginpun terasa panas mengenakan pakaian ini.
Sama seperti di hari pertama, di hari kedua kami di Beijing juga diajak ke beberapa toko obat, ada toko obat salep anti luka bakar, lengkap dengan demonstrasi memegang bara panas, ada juga toko obat-obatan lainnya, saya lebih memilih ngabur ke pertokoan di sekitar toko-toko obat itu daripada dengerin orang jualan.
Malamnya, kami di bawa ke pertunjukan akrobat China. Berbagai pertunjukan akrobat dan ketangkasan selama sekitar satu jam sungguh memukau. Tidak heran kalau atlit-atlit senam china mendominasi pentas olah raga dunia, sepertinya mereka dari kecil sudah terlatih dengan senam dan akrobat.
Hari ketiga di Beijing, kami mengunjungi Tiananmen Square. Ini adalah lapangan terbuka yang menjadi pusat kota Beijing. Lapangan besar ini pernah menjadi pusat perhatian dunia di tahun 1989, ketika mahasiswa China bergerak memprotes pemerintah saat itu, namun gerakan mahasiswa ini dilibas oleh penguasa saat itu dan memakan banyak korban jiwa. Sampai saat ini Tiananmen Square dijaga 24 jam oleh tentara China, meskipun turis bebas datang ke lapangan ini, di seluruh penjuru lapangan tentara sigap mengawasi pengunjung.
Dari Tiananmen Square, kami melanjutkan perjalanan Forbidden City, atau kota terlarang. ini adalah kompleks kekaisaran China di masa lalu, yang kini dijadikan museum dan lokasi wisata. Jika pernah nonton film The Last Emperor, yang mengisahkan tentang Pu Yi, kaisar terakhir China, lokasinya ya di Forbidden City ini. Kompleks ini terdiri dari ratusan bangunan, baik hunian untuk kaisar, keluarganya, selirnya maupun pegawai dan abdi istana. Di kompleks ini juga ada ruang tahanan dan ruang penyiksaan. Kompleks forbidden city ini juga dikelilingi kolam buatan. Di dalam berbagai museum yang ada saat ini kita bia melihat koleksi keramik, perunggu, lukisan dan patung dari berbagai kaisar dinasti Ming dan Qing.
Setelah puas berkeliling forbidden city, kami lalu mengikuti Hutong tour, yaitu tour keliling perkampungan (hutong) dengan menaiki becak tradisional China. Beda dengan becak di Indonesia, di Beijing ini pengemudi becaknya mengayuh di depan. Kami dibawa memasuki gang-gang sempit di perkampungan, sayang karena musim dingin, tidak banyak warga yang beraktivitas diluar rumah di sekitar perkampungan, sehingga kami seperti melewati kampung sepi saja rasanya.
Rasanya tiga hari berkeliling Beijing tidaklah cukup untuk mengunjungi semua obyek wisata yang menarik disana. Kota ini begitu kaya sejarah dan budaya. Sisi modern Beijing belum sempat saya eksplorasi, perlu rasanya merencanakan kunjungan ulang kesana.. 🙂