Colorful Cape Town

Dari berbagai kota yang pernah saya datangi, Cape Town mungkin adalah kota yang paling penuh warna. Kota di ujung selatan benua Afrika ini merupakan kota multi rasial. Warga kulit putih keturunan Belanda dan Inggris, warga kulit hitam asli Afrika, warga kulit sawo matang keturunan Melayu, maupun warga keturunan Arab dan Asia Timur banyak ditemui di kota yang cantik ini. Selain warna ras, kota ini secara harfiah juga penuh warna dari berbagai kantong pemukiman yang di lukis dan di cat dengan konsep street art.

Saat memesan akomodasi di Cape Town, saya tertarik melihat listing apartemen di portal booking.com. Apartemen 2 kamar di kawasan Woodstock ini terlihat modern dan fancy. Sayapun memesan akomodasi untuk 2 malam di Wex 1 (Woodstock Exchange 1) ini. Unit yang kami tempati di lantai 5, dengan view ke Table Mountain dan Lion’s Head yang menawan. Apartemen ini lengkap dengan dapur dan mesin cuci, sekalian bisa masak maupun mencuci pakaian kotor selama travel beberapa hari pertama. Di lantai dasar apartemen ini ada supermarket, memudahkan kita jika perlu bahan untuk memasak.

Kawasan Woodstock di Capetown ini terkenal dengan street art dan pasar ala street shopping, The Old Biscuit Mill. Banyak dinding toko dan dinding rumah di kawasan Woodstock ini dilukis dengan berbagai warna cantik. Pasar Old Biscuit Mill sendiri hanya buka Senin-Sabtu, sampai jam 3 sore. Kami tiba di Cape Town, Sabtu 1 Juni 2019, sekitar jam 11 siang. Setelah check in di Apartemen, kami segera menuju Old Biscuit Mill ini, sebelum mereka tutup.

Di pasar Old Biscuit Mill ini yang dijual kebanyakan produk fashion, barang kerajinan, barang antik dan makanan. Sebagian berjualan di toko, sebagian lagi berjualan di tenda di kawasan plaza pejalan kaki. menarik melihat ragam barang yang dijual di pasar ini. Harga barang yang dijual di pasar ini secara umum lebih murah dari produk sejenis di shopping mall.

Salah satu toko barang kerajinan di pasar ini menjual beberapa merchandise Tintin. Ada roket Tintin seukuran 1 meter, ada poster cover komik Tintin in Congo, yang dirubah menjadi Tintin in Africa, ada pula beberapa poster, prints dan fridge magnets bergambar Tintin. Padahal, dalam komik-komik Tintin, tidak pernah memuat Cape Town ataupun Afrika Selatan sebagai lokasi petualangan Tintin.

Setelah puas berkeliling Old Biscuit Mill, kami melanjutkan wisata ke Table Mountain. Gunung setinggi 1.084 meter ini terletak di sisi selatan kota Cape Town. Gunung ini kawasan puncaknya relatif datar dan lebar, karena itu dinamai Table Mountain. Gunung ini dapat dicapai dengan naik mobil sekitar 15 menit dari pusat kota Cape Town. Dari punggung gunung, pengunjung bisa naik Cable Car ke puncak, dengan tarif sekitar Rp 300.000 per orang.

Sampai dipuncak, ternyata permukaan puncak Table Mountain ini cukup luas. Jika kita berjalan kaki mengelilingi permukaan puncak gunung ini, perlu waktu lebih dari 1 jam untuk kembali ke titik awal. Dari puncak Table Mountain ini kita bisa melihat kota Cape Town dari ketinggian, sampai kawasan pantai dan samudera atlantik selatan. Di beberapa tempat, ada batu-batu besar yang bisa dipanjat sampai ke bagian tepi, bisa melihat pemandangan dengan lebih terbuka.

Kami berwisata di kawasan puncak Table Mountain ini sampai sekitar jam 5.30 sore. Menjelang matahari terbenam, pemandangan yang tadinya cerah mulai tertutup awan. Suasana menjelang sunset dari puncak Table Mountain ini cantik sekali. Sayangnya, jadwal cable car terakhir untuk turun ke bawah adalah pada jam 6 sore. Untuk menghindari antrean panjang, sekitar jam 5.30 sore kami kembali ke stasiun cable car. Kalau ketinggalan cable car terakhir, anda harus turun jalan kaki, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit jalan kaki.

Di Cape Town ada kawasan pemukiman bernama Bo-Kaap. Kawasan pemukiman ini sangat unik, seluruh rumah di kawasan ini di cat warna-warni, beragam namun harmonis. Mayoritas warga Bo Kaap beragama Islam, terlihat dari pakaian warga, toko-toko halal dan beberapa masjid di kawasan ini. Dari informasi yang saya baca, Bo-kaap ini awalnya merupakan pemukiman warga muslim asal Makassar dan Tidore yang dulu dibawa Belanda untuk bekerja di Cape Town. Salah satu pemuka agama asal Tidore, Tuan Guru Imam Abdullah Qadhi Abdus Salam, merupakan pendiri kawasan ini di tahun 1700an.

Di salah satu jalan di kawasan Bo-Kaap ini ada satu mobil antik, Ford Cortina tahun 70an berwarna biru cerah, di parkir di depan rumah-rumah yang berwarna-warni cat dindingnya. Tadinya saya kira mobil itu kebetulan saja parkir disana, setelah melihat banyak foto di internet, ternyata memang mobil itu diparkir permanen disitu, mungkin sebagai penanda kawasan, sekaligus sebagai properti foto buat wisatawan yang berkunjung kesana.

Menjelang Magrib, kami mendatangi salah satu masjid yang ada di kawasan Bo-Kaap ini, Masjid Shafee. Saat adzan Maghrib, saya diundang untuk berbuka puasa bersama dengan warga setempat. Tersedia kurma dan beberapa macam kue untuk membatalkan puasa. Shalat Maghrib di masjid ini hanya terisi 2 shaf saja. Mungkin lebih banyak warga yang berbuka puasa di rumah masing-masing.

Malam terakhir di cape town, kami menuju Promenade, kawasan pantai timur Cape Town. Dari kawasan pantai ini, kita bisa melihat Lion’s Head, salah satu gunung di Cape Town. Sore dan malam hari, kawasan ini merupakan tujuan favorit untuk jalan-jalan sore maupun hangout dan makan malam.

Sepanjang kawasan Promenade banyak terdapat restoran, bar, hotel dan pertokoan. Disini terdapat Hard Rock Cafe Cape Town, salah satu Hard Rock Cafe yang terletak di ujung selatan dunia. Kami makan malam di HRC Cape Town ini. Jika melihat harga di menunya, HRC Cape Town ini termasuk HRC termurah di dunia. Satu porsi New York steak hargaya 210 Rand, atau sekitar Rp 200.000.

2 malam berkeliling Cape Town rasanya kurang untuk menjelajahi kota cantik ini. Mudah-mudahan ada kesempatan untuk kembali ke kota penuh warna ini. 🙂

2 Comments Add yours

  1. Neni berkata:

    Keren,mas!Beraneka ragam ras&warna.Tulisannya menarik dibaca dan serasa ikut jalan-jalan.
    Btw,lupa mo nitip kaos Hard Rock yang klasik.hehehehehehe.

    Suka

    1. Hi Neni..
      Terima kasih udah mampir.. 😀
      Wah.. padahal kemaren di Cape Town gue beli kaos HRC tuh..

      Suka

Tinggalkan komentar