Mooie Soeka Boemi


Soeka Boemi  atau sekarang biasa ditulis Sukabumi, apa sih yang dapat kita temukan di kota tersebut ? Kalau kita menjelajahi kabupaten Sukabumi luas banget, dengan luas 4.161,00 kilometer persegi, memerlukan  waktu tempuh enam jam dari kota Sukabumi ke paling ujung kabupaten. Berbanding terbalik dengan kota Sukabumi dengan luasan 48,42 kilometer persegi menjadikannya kota dengan wilayah terkecil di Propinsi Jawa Barat.

Nama Sukabumi (1815) diperkenalkan oleh dr. Andries Christoffel Johannes de Wilde, seorang ahli bedah dan administrator perkebunan kopi dan teh berkebangsaan Belanda yang membuka lahan perkebunan di Kepatihan Tjikole. Terdapat dua pendapat asal nama Sukabumi, pendapat pertama bahwa nama Sukabumi berasal dari kata bahasa Sunda yaitu Suka-Bumen yang bermakna kawasan yang memiliki udara sejuk dan nyaman. Sementara lainnya menyebutkan bahwa kota Sukabumi berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya bumi tempat kesenangan, kebahagiaan, kesukaan.

Dua jam berkereta dari kota Bogor tiba di Stasiun Sukabumi (+584 meter)  tepat sesuai jadual tertera di tiket yaitu pukul 15.13 WIB. Asyiknya berkereta ialah kita bisa melihat panorama indah selepas Stasiun Batutulis, mulai dari sungai, persawahan, bukit hingga Gunung Salak, hijaunya pemandangan alam menyamankan dan menyejukan mata juga perasaan. Menjejakan kaki di stasiun kita sudah disambut dengan bangunan warisan Kolonial Belanda. Stasiun beroperasi sejak tahun 1882 dan sekarang bangunan stasiun ditetapkan sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi. Selama satu hari penuh, sebagian bangunan bersejarah jaman Kolonial di sekitar kota saya kunjungi satu persatu bersama seorang sahabat sejak bangku SMA yang saat ini menetap dan tinggal disana.

Pertama  kami berjalan menuju Masjid Agung Kota Sukabumi di Jl. Alun Alun Utara, masjid yang berdiri tahun 1890 ini merupakan satu satunya masjid yang berdiri di tengah kota Sukabumi hingga akhir abad 19. Lokasinya cukup strategis karena berada dekat Pendopo Kabupaten Sukabumi, Alun Alun, Gereja Sidang Kristus, Lapangan Merdeka, Kantor Pos serta Pusat Perbelanjaan.  Gereja Sidang Kristus berjarak 100 meter sebelah Utara Masjid Agung, Gereja bagi pemeluk agama Kristen Protestan ini didirikan tahun 1911. Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945) Gereja difungsikan sebagai gudang dan sejak era kemerdekaan Gereja difungsikan kembali. Gereja Sidang Kristus satu satunya gedung yang masih asli bergaya Katedral, gaya Eropa.

Lanjut arah Utara memasuki Lapangan Merdeka di kejauhan terlihat Gedung Juang 45 dahulu dikenal sebagai Hotel Victoria, tinggi gedung mencapai 15 meter dengan panjang lebih dari 30 meter. Disebut Gedung Juang 45 karena gedung memiliki peran besar pasca Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai markas BKR (Badan Keamanan Rakyat). Kembali menuju Masjid Agung, arah Selatan berdiri Pendopo Kabupaten Sukabumi. Menurut sejarah munculnya janji kemerdekaan Jepang itu awalnya dinyatakan oleh Bung Hatta disini kepada Jepang. Ketika Bung Hatta sedang ditahan di Sukabumi, dipanggil ke Pendopo untuk diminta membantu Jepang. Bung Hatta memberi syarat bisa membantu Jepang asalkan ada janji kemerdekaan. Selanjutnya kita ketahui Bung Hatta membantu  Jepang dan sesudahnya oleh Jepang dibentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Geser ke Timur ke Jl. A.Yani ada Kantor Pos Sukabumi, kantor yang didepannya ditandai dengan adanya  brievenbus (kotak pos) jaman beheula. Gedung dirancang  arsitek terkenal  bernama Albert Frederik Aabelrs yang juga membuat konsep bangunan yang sekarang digunakan Bank BJB di Bandung. Menapaki jalan menanjak seberang Kantor Pos memasuki Jl. RE Martadinata ditemui Kantor Telkom Kota Sukabumi menurut pakar,  kantor ini merupakan gebyok yang cukup unik yaitu sebuah bilik yang diplester tapi dengan rangka kayu dan sampai sekarang masih utuh.

Meninggalkan Jl. RE Martidinata menuju Balai Kota Sukabumi, biarpun tidak begitu terlihat dengan jelas dari jalan raya namun gedung ini berdisain unik juga. Balai Kota dirancang dengan gaya Art Deco, beratapkan gaya tradisional Sunda dengan istilah gaya  Julang Ngapak bila diperhatikan seperti burung sedang terbang. Dekat dari Balai Kota melewati Jl. Ir. H. Juanda berdiri gedung bersejarah yang saat ini digunakan sebagai SMAN 4 Sukabumi,  dimasa Kolonial gedung digunakan sebagai sekolah Cina berbahasa Belanda yang dibuat Belanda untuk mengantisipasi sekolah Tionghoa berbahasa Tionghoa. Kenapa ? Karena sekolah Tionghoa berbahasa Tionghoa mengajarkan nasionalisme Tiongkok, berseberangan dengan sikap politik Pemerintahan Kolonial.

Terakhir bagaimana dengan  urusan perut ? Di seberang SMAN 4 warung  Mie Bakso legendaris H. Achmad Sudja’i (HAS) sudah menanti, selain itu  ada Bubur Ayam Bunut yang berdiri sejak 1975 atau rumah makan Nasi Kuning dan Susu Murni Bunut. Bubur ayam H. Apud di Jl. Cimandiri boleh menjadi pilihan selanjutnya , kenikmatan sempurna bubur ayam ini baru terasa bila dicampur dengan kroket serta pepes jeroan  yang tersedia . Masih penasaran berkuliner ria ?  Seberang bubur ayam H. Apud ada gerobak mie goreng citarasa khas Sukabumi dan masih banyak lagi. Untuk buah tangan sudah menjadi kewajiban membawa Dodol Asli Sukabumi dengan ketan pilihan dan gula aren pegunungan atau Mochie yang dibuat sesuai resep nenek moyang turun temurun.

Naskah & Foto : Lutfi Djoko D (l.sriyono@gmail.com)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s