I’tikaf atau berdiam diri dalam rangka beribadah di masjid adalah salah satu anjuran di bulan Ramadhan. Terlebih di sepuluh hari yang terahir, ia menjadi amalan yang cukup tepat untuk meraih keutamaan malam Lailatul Qadar. Itulah alasan mengapa di bulan Ramadan 1438 H /Juni 2017 M lalu saya ber I’tikaf menginap di dua masjid masyur. Tulisan ini saya buat karena ingin berbagi cerita dan pengalaman, Alhamdulillah saya diberi kesempatan Allah SWT untuk ber I’tikaf semalam di masjid Asy-Syakirin KLCC dan semalam lagi bersama Ali sahabat sejak SMA di masjid Agung Banten.
I’tikaf di masjid Asy-Syakirin Kuala Lumpur sudah menjadi impian sejak beberapa tahun belakangan ini, pertama melihat gambar fisik masjid di media sosial membuat hati tergoda ingin berkunjung ke bangunan berasitektur Islam modern itu. Setelah melepas lelah sejenak di penginapan serta berbuka puasa dengan menggunakan mobil sewaan saya pergi ke masjid idaman tersebut. Masjid Asy-Syakirin yang beralamat di Jalan Ampang memiliki makna “orang yang bersyukur”, lokasi masjid di ujung Utara Taman KLCC (Kuala Lumpur City Center), berdekatan dengan pusat perbelanjaan Suria KLCC dan si kembar Menara Petronas. Masjid berlantai dua mampu menampung hingga 12.000 jamaah , awalnya masjid di daftarkan sebagai surau/musholla bagi karyawan Petronas baru pada tahun 2011 bangunan diresmikan sebagai masjid.
Masjid Asy-Syakirin memiliki ruangan shalat bertingkat. Ruang shalat untuk jamaah laki-laki berada di lantai atas sedangkan wanita di lantai bawah seluruh ruangan shalat berfasilitas pengatur suhu (AC). Ketika masuk ruang shalat laki laki terasa nyaman dan kagum melihat interior karpet biru terhampar luas menutupi lantai kontras dengan dinding putih yang mengitari masjid serta lampu Kristal besar yang menerangi ruangan, dalam ruang shalat sudah banyak jamaah laki-laki yang ber I’tikaf malah ada yang membawa selimut dan bantal persiapan bermalam. Sambil menunggu waktu sahur setelah shalat Isya berjamaah dilakukan sholat sunnah Tarawih berjamaah lanjut tengah malam shalat sunnah Tahajud berjamaah dan diahiri shalat sunnah Tasbeh secara berjamaah pula.
Hidangan untuk sahur tersedia di lantai bawah dengan membuka empat meja aneka makanan dan minuman, setelah sholat Tasbeh selesai berbondong-bondong jamaah menuju meja makan . Saya ikut mengantri mengambil gulai daging berkuah, santap sahur bersama jamaah dengan duduk di pelataran masjid sangat nikmat terasa sekali suasana persaudaraan sesama Muslim, ternyata selain jamaah berasal dari Kuala Lumpur banyak juga jamaah dari Negara lain yang ikut sahur.
Menjelang shalat Subuh saya turun ke lantai dasar melalui tangga dengan motif pegangan tangga yang indah menuju toilet yang tidak kurang nyamannya, ada juga disediakan ruang mandi. Selepas shalat Subuh kegiatan dilanjutkan tausiah pagi hingga matahari terbit.
Banten, berkunjung ke masjid Agung Banten tidaklah sulit selain dapat melalui jalan bebas hambatan/tol Jakarta-Tangerang-Merak dengan waktu tempuh 4 jam alternatif lain menggunakan Kereta Rel Listrik/Commuter Line jurusan Tanah Abang-Rangkasbitung berganti kereta jurusan Rangkasbitung-Merak berhenti di setasiun Karangantu.
Untuk mencapai komplek Masjid Agung Banten yang dibangun tahun 1556 oleh putra pertama Sunan Gunung Jati bernama Sultan Maulana Hasanuddin , kita harus melalui pasar dengan jalanan selebar 3 meteran suasana pasar mengingatkan pasar gaya “Pasar Seng” di Mekkah sebelum dibongkar atau seperti model pasar yang ada di sekitar masjid Sunan Ampel Surabaya. Komplek Masjid dibatasi oleh pagar halaman yang mengelilingi, di dalamnya terdapat beberapa bangunan penting, diantaranya menara setinggi 23 meter. Menara yang menjadi ciri khas Masjid Agung Banten terbuat dari batu bata sedikitnya ada 83 anak tangga yang harus ditapaki mencapai puncak menara dahulu selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan azan, menara yang diarsiteki Hendrik Lucasz Cardeel/Pangeran Wiraguna ini digunakan tempat menyimpan senjata.
Bangunan lain yang dibangun Pangeran Wiraguna adalah tempat musyawarah dinamakan Tiyamah, bangunan dua lantai di sisi selatan masjid. Atap masjid juga tampak khas yaitu atap lima tingkat yang bebentuk trapesium mengecil ke atas mirip pagoda Cina yang merupakan karya arsitek Cina bernama Tjek Ban Tjut.
Melongok bangunan utama masjid, didalamnya berdiri 24 tiang penyangga atap yang menandakan satu hari 24 jam. Selain itu, pintu masuk masjid yang relatif pendek menandakan siapapun yang masuk ke masjid harus menunduk dan tidak boleh sombong di hadapan Allah SWT. Dalam komplek masjid terdapat komplek pemakaman sultan sultan Banten beserta keluarganya. Sesungguhnya makam makam inilah daya tarik utama para peziarah.
Saat ber I’tikaf tanggal 28 Ramadan/23 Juni suasana masjid sepi tidak sampai 10 orang yang melakukan I’tikaf, suasana pasarpun sama saja sepinya sehingga kami harus menyiapkan makanan sahur sejak lepas shalat Maghrib bersamaan dengan waktu berbuka. Informasi yang kami dapat memang memasuki bulan Ramadan kegiatan masjid sepi, namun memasuki bulan Syawal akan datang ribuan orang untuk berziarah ke makam sultan dan pada 29 Ramadan warga juga akan berdatangan karena bertepatan dengan khaul/peringatan meninggalnya Sultan Maulana Hasanuddin.
Naskah : Lutfi Sriyono (l.sriyono@gmail.com)
Foto : Lutfi Sriyono & R. Ali Lingga Murti
Assalamualaikum saya Jeki, Mahasiswa IPB.
Kebetulan saya sudah 2 kali ke Malaysia, tapi belum pernah saat bulan Ramadhan.
Melihat postingan anda membuat saya tertarik untuk menghabiskan 10 malam terakhir Ramadhan di kuala lumpur.
Nah, apakah ‘possible’ utk saya menjadi backpacker ke Kuala lumpur saat 10 malam terakhir, tanpa menyewa penginapan, dan hanya keliling2 masjid yang memfasilitasi itikaf dan sahur.?
dan apakah ada rekomendasi masjid lain di kualalumpur yang memfasilitasi itikaf? terima kasih
Assalamualaikum…
SukaSuka
Hi Jeki,
tulisan di atas dari teman saya Lutfi, alamat emailnya terlampir di bawah artikel. Saya coba sampaikan pertanyaan anda ke penulisnya.
SukaSuka
Maaf baru menjawab…. Banyak masjid di KL yg memfasilitasi itiqaf namun saat itu saya belum melihat yg menginap
SukaSuka