Saya berkesempatan memgunjungi Lombok untuk ketiga kalinya pada 23-26 Desember 2016. Dalam kunjungan kali ini, kebetulan sebagian obyek wisata yang dikunjungi belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Saya berangkat dari Jakarta dengan penerbangan Batik Air dari bandara Halim Perdanakusuma, pukul 18.40. Setelah menempuh penerbangan selama 2 jam, saya tiba di Lombok Intetnational Airport sekitar pukul 22.00 WITA. Dari bandara, saya menumpang bus Damri menuju hotel Puri Senggigi dengan tarif Rp 35ribu.. Perjalanan dari LIA ke Senggigi sekitar 1 jam lebih. Setelah check in, saya segera beristirahat.
Sabtu pagi 24 Desember, saya meninggalkan hotel Puri Senggigi untuk menuju Gili Trawangan, menyusul istri dan anal saya yang sudah terlebih dahulu tiba disana. Dari hotel saya naik Lombok Taksi (group Bluebird), dengan argo sekitar Rp 100.000 menuju pelabuhan penyebrangan Bangsal. Sebetulnya ada juga angkutan dengan Travel, cukup dengan Rp 75 ribu dari Senggigi, sudah termasuk tiket penyebrangan, namun karena mengejar waktu, saya memilih naik taksi.
Saya tiba di pelabuhan Bangsal sekitar jam 8 pagi. Saat menanyskan tiket ke Gili Trawangan, ditawari dua pilihan, speedboat dengan tarif Rp 85ribu tapi berangkat jam.9, atau slow boat dengan tiket Rp 15ribu yang akan berangkat jika sudah penuh. Mengingat jam 9 masih cukup lama, saya memilih tiket slow boat dengan harapan bisa berangkat lebih cepar. Benar saja, sekitar jam 8.35 slowboat betangkat menuju Gili Trawangan. Kapal rakyat ini dipenuhi watga lokal yang menuju Gili Trawangan untuk bekerja maupun berdagang.
Jam 9 lewat saya sampai di Gili Trawangan, dan begitu mendarat wajib registrasi di meja aparat desa. Kayak masuk imigrasi aja ya.. dicatat nomor KTP dan ditanya tujuannya apa, apakah menginap. Kelar registrasi, saya menuju hotel Vila Ombak, dimana rombongan istri saya menginap.
Setelah sarapan pagi di restoran hotel di tepi pantai, sekitar jam 10.30 pagi kami naik glass bottom boat, untuk menuju lokasi taman laut di Gili Meno dan Gili Air. Setelah berlayar sekitar 15 menit, kami tiba di lokasi snorkeling di lepas pantai Gili Meno. Dari dasar perahu yang berbahan kaca, terlihat terumbu karang dan ikan-ikan cantik dibawah sana. Kami bersiap mengenakan snorkel dan goggle serta pelampung. Pemandu lokal terjun duluan ke laut, disusul satu orang, dsn kemudian giliran saya nyemplung.. namun baru saja saya masuk air.. tiba-tiba ombak samgat besar datang.. perahu terangkat ombak dan berada di atas saya.. pemandu berteriak agar saya menjauh.. wah ngeri.. sekuat tenaga saya menjauh dari arah perahu.. pemandu kemudian mendekati saya dan bilang ombaknya terlalu besar untuk snorkeling, kita harus kembali ke perahu. Awak perahu kemudian melemparkan tali ke arah saya, agar saya bisa melawan arus ombak menuju perahu.
Gagal snorkeling di Gili Meno, kami kemudian dibawa ke Gili Air. Petjalanan selama 30 menit menuju Gili Air ditengah ombak besar sungguh mengocok perut. Mual dan pusing rasanya. Untunglah sampai di lepas pantai Gili Air ombaknya bersahabat. Satu per satu kami turun ke laut, wow.. memang cantik taman laut disini. Terumbu karang dan ikan-ikan berwarna warni menyambut kita. Sumpah, melihat dengan goggle dibawah air jauh lebih indah dibanding melihatnya dari glass bottom boat. Puas melihat taman laut Gili Air, kami berenang menuju ke pantai. Kami kemudian makan siang dan istirahat di Gili Air.
Sekitar jam 2 siang, kami diajak kembali ke lepas pantai Gili Meno, apabila ombak bersahabat, akan kembali mencoba snorkeling disana. Sekitar 30 menit dari Gili Air, kami kembali tiba di Gili Meno. Terlihat banyak kapal yang membawa wisatawan tertambat disana, sepertinya ombak sudah mulai bersahabat. Sayapun turun ke laut. Setelah berada dibawah ajr, woooow.. taman lautnya lebih bagus dari yang saya lihat sebelumnya di Gili Air. Disini ada koral biru yang termasuk langka. Juga ada setting untuk fotografi bawah laut dengan properti sepeda, meja dan lainnya. Sayangnya lokasinya cukup dalam, agak sulit berfoto disitu bagi yang tidak bisa tahan nafas dalam waktu lama. Setelah puas melihat taman laut Gili Meno, kita kembali ke Gili Trawangan sekitar pukul 3.30.
Setelah mandi dan beristirahat sejenak di hotel, saya dan keluarga mencari penyewaan sepeda, untuk berkeliling Gili Trawangan, dengan tujuan utama Ombak Sunset, lokasi pantai untuk melihat sunset, yang juga terkenal dengan ayunan di lautnya. Sekitar 20 menit kami bersepeda, tiba-tiba turun hujan deras, kami segera berteduh di sebuah bar yang sudah tidak dogunakan lagi. Setelah hujan reda, kami melanjutkan bersepeda ke Ombak Sunset.
Pukul 17.30 kami tiba di ombak sunset, sayapun sibuk mengabadikan putri saya yang bergaya di ayunan ombak sunset. Tak lama kemudian, hujan kembali turun lebih deras. Kami berteduh di sunset bar, sambil memesan juice dan cemilan. Pukul 18.00 langit di ufuk sana mulai berwarna jingga, sebentar lagi matahari akan tenggelam. Sayangnya banyak awan di horizon, sehingga mataharinya tidak tampak. Cukuplah langit berwarna jingga menjadi penanda kami telah menikmati sunset di sini. Sekitar pukul 19.00 kami kembali bersepeda menuju vila ombak. Bersepeda.di kegelapan malam cukup menyulitkan, akhirnya handphone digunakan sebagai penerang jalan.
Minggu pagi 25 Desember, kami checkout dari vila ombak sekitar pukul 10 pagi. Dari vila ombak, kami menaiki speedboat super cepat. Perjalanan dari Gili Trawangan ke Lombok ditempuh dalam 15 menit, sementara kalau dengan slow boat perlu waktu 30 menit lebih. Tujuan betikut adalah Rinjani Geopark yang berada di Lombok Tengah. Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam lebih, kamipun tiba di Rinjani Geopark.
Rinjani Geopark adalah taman wisata di kaki gunung Rinjani. Dari sini para pendaki gunung bisa memulai pendakian ke puncak Rinjani. Dari sini pula penggemar hiking bisa berjalan menuju Danau Segara Anak. Namun tujuan kami adalah air terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu. Dari pintu gerbang Geopark, kami berjalan mendaki sekitar 15-20 menit, kemudian turun ke arah air terjun Benang Stokel. Disini ada 2 air terjun cukup besar yang berdampingan, ditambah satu air terjun lagi yang debit airnya samgat kecil. Air terjun yang paling kiri kolamnya sangat dangkal, hanya sekitar 30cm. Air terjun yang ditengah lebih dalam kolamnya, sekitar 1 meter. Disinilah banyak pengunjung yang mandi dan main air.
Dari air terjun Benang Stokel, kami melanjutkan perjalanan ke air terjun Benang Kelambu. Perjalanan ini cukup menantang dan melelahkan, rutenya mendaki selama kurang lebih 30 menit. Sampai di lokasi air terjun Benang Kelambu, disini juga ada 3 air terjun.
Air terjun yang paling kiri mirip dengan air terjun pada umumnya, namun dua air terjun berikutnya cukup unik. Airnya lebar tapi tidak deras, tetlihat halus percikan airnya, dan air terjun ini seperti terbagi atas tiga bagian berbeda, tiap bagian dipisahkan dengan rerimbunan daun merambat. Unik dan cantik air terjun ini.
Saat kembali dari air terjun Benang Kelambu, banyak pengemudi ojek yang menawarkan jasa ojek kembali ke pintu gerbang Geopark dengan tarif Rp 15ribu. Tapi saya dan putri saya lagi pingin olah raga, jadi memilih berjalan kaki untuk kembali. Jalan kaki dari Benang Kelambu ke pintu gedbang Geopark ditempuh sekitar 25 menit. Sore hari kami menuju Mataram dan menginap di hotel Lombok Raya.
Senin 26 Desember, kami diajak berbelanja ke beberapa toko oleh-oleh khas Lombok. Siangnya kami makan di restoran Ashtari, yang terletak diatas puncak bukit Prabu. Pemandangan dari restoran ini sangat cantik, kita bisa melihat pantai kuta lombok dari atas. Beberapa bukit dan karang di sekitar pantai kuta membuat pemandangannya sekilas mirip dengan bukit-bukit kecil di Raja Ampat.
Setelah makan siang kami mengunjungi pantai kuta. Pantai ini memang memiliki nama yang sama dengan pantai kuta di Bali, tapi menurut saya pemandangannya lebih bagus di pantai kuta Lombok, ada bukit-bukit dan karang. Pasir di pantai ini juga lebih besar butirannya. Setiap akhir bulan Februari atau awal Maret, pantai ini dikunjungi jutaan cacing laut yang dikenal dengan cacing Nyale. Kemunculan cacing ini setiap tahunnya dijadikan Festival Nyale.
Saat kami di pantai Kuta, disana sedang ada acara budaya Presean. Ini merupakan seni beladiri tradisional Sasak, dua pemuda beradu ilmu beladiri dengan perlengkapan tongkat dan perisai dari bambu. Seru juga melihat pertunjukan ini. Meskipun mereka bertarung di arena, selesai pertarungan kedua pemuda saling berpelukan dengan senyum persahabatan.
Ah.. Lombok memang kaya pesona alam dan budaya. Tiga kali saya berkunjung ke Lombok belum juga selesai mengunjungi semua obyek wisata dan budaya disana. Tak apa, kalau ada umur panjang, saya akan bertemu kembali dengan Lombok.