Bulan Juli 2016 lalu saya bersama rekan kerja, Wahyu, menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Vientiane, ibukota Laos, negara tetangga di kawasan ASEAN. Kebetulan saya dan Wahyu mendapatkan tugas di Bangkok yang berakhir di hari Kamis, dan di jadwalkan pulang ke Jakarta di hari Jumat. Setelah berdiskusi dengan Wahyu, kita memutuskan untuk menunda kepulangan menjadi hari Sabtu, dan mengisi waktu di akhir pekan untuk berkunjung ke Vientiane.
Oh iya, Laos secara ideologi adalah negara Komunis, jadi jangan heran kalau banyak bendera komunis berkibar di berbagai penjuru kota Vientiane. Tapi secara de facto, Laos lebih mirip negara kapitalis, dan sangat terbuka bagi wisatawan.
Bagaimana Menuju Kesana?
Dari Jakarta belum ada penerbangan langsung ke Vientiane. Anda bisa terbang ke Vientiane dari Jakarta dengan transit di Kuala Lumpur, Bangkok, Singapura atau Hanoi. Berhubung kami sudah di Bangkok, kami memilih rute semi-petualang, perjalanan Bangkok-Vientiane menggunakan kereta malam (sleeper train) dan pulangnya naik Pesawat.
Sebetulnya kereta dari Bangkok tidak sampai di kota Vientiane, hanya sampai di kota perbatasan Thailand-Laos, Nong Khai. Tiket kereta malam Bangkok-Nong Khai harganya 688 Baht, berangkat dari stasiun kereta Bangkok jam 8 malam. Perjalanan dari bangkok menuju Nong Khai di tempuh sekitar 11 jam, dan tiba di Nong Khai sekitar jam 6.45 pagi. Keretanya cukup nyaman, ber AC, namun memang terlihat sudah tua dan agak kusam interiornya. Dua jam pertama di kereta, penumpang duduk di kursi dengan konfigurasi 1-1 berhadap-hadapan. Setelah 2 jam perjalanan, petugas KA menyiapkan kursi2 tadi menjadi tempat tidur, 1 orang di bawah dan satu orang di atas. Saya kebetulan kebagian di tempat tidur atas, dengan jarak yang cukup dekat dengan atap gerbong. Buat yang claustrophobic, mungkin harus pesan tempat tidur yang di bawah.
Saya tidur cukup nyenyak di atas kereta, dan baru terbangun sekitar pukul 5.30 pagi. Sambil menunggu kereta sampai di Nong Khai, kami sarapan di gerbong restorasi yang kebetulan persis di sebelah gerbong kami. Sarapannya roti panggang, telur ceplok dan thai milk tea seharga 150 baht. Lumayan mengenyangkan.
Pukul 6.30 kami sampai di Nong Khai, sebetulnya di Stasiun Nong Khai ada kereta dari Nong Khai menuju perbatasan Laos, tapi keretanya baru berangkat jam 8 pagi. Akhirnya kami memutuskan naik tuktuk ke perbatasan Thailand. Tarif tuktuk per orang 40 baht dan sampai di perbatasan dalam waktu 10 menit. Setelah melewati imigrasi Thailand, kami naik bis melintasi sungai mekong yang menjadi perbatasan Thailand-Laos, melalui Friendship bridge. Tiket bus nya cuma 30 baht per orang. Setelah melewati jembatan, kita diturunkan di depan imigrasi Laos. Untuk paspor Indonesia, kita tidak perlu membayar visa on arrival, tinggal isi formulir dan antri di imigrasi sekitar 15 menit. Lucunya, setelah lewat imigrasi, kita harus melewati ‘toll gate‘ semacam pintu masuk, yang untuk melewatinya harus beli token seharga 60 baht.
Keluar imigrasi, kami langsung di hampiri oleh pengemudi ‘taksi’ yang menawarkan transport ke Vientiane, saya sudah cari info sebelumnya bahwa ‘taksi’ di perbatasan Laos bentuknya adalah kendaraan pick-up dengan kanopi di belakangnya. Setelah tawar menawar, kita sepakat di harga 400 baht untuk berdua, dari perbatasan menuju hotel kami di Vientiane. Perjalanan dari perbatasan ke Vientiane di tempuh sekitar 40 menit.
Menginap Dimana?
Vientiane merupakan kota yang belum terlalu maju. Belum banyak hotel berbintang 4-5 di kota ini. Kami menginap di Hotel Vientiane Golden Sun, yang mendapatkan rating sangat bagus di situs pemesanan hotel booking.com, hotel bintang 3 ini tarifnya sekitar USD 50 per malam. Supir ‘taksi’ kami sempat kesulitan mencari alamat hotel ini, setelah beberapa kali menelepon hotelnya, akhirnya sampailah kami di hotel tersebut, yang ternyata berada di jalan kecil di tengah pemukiman.
Tempat Menarik
Dalam perjalanan ke hotel, supir taksi menawarkan jasa charter taksinya untuk mengunjungi beberapa destinasi wisata populer di Vientiane. Kami setuju mencharter taksinya dengan tarif 500.000 Kip atau sekitar 2.000 Baht (sekitar Rp 800.000), untuk 6 jam berkeliling Vientiane dan sekitarnya.
Wat Si Saket
Wat Si Saket terletak di tengah kota Vientiane, merupakan candi agama buddha yang di bangun tahun 1800an. Di dalamnya terdapat banyak patung buddha kecil yang di tempatkan di lubang-lubang dinding yang mengelilingi kompleks candi. Di dalam gedung utama terdapat patung buddha yang di letakkan di atas altar. Saat saya disana, ada beberapa umat buddha yang sedang membuat patung buddha, yang nantinya akan di letakkan di dalam kompleks Wat Si Saket ini
Wat Phra Kaew
Candi ini terletak bersebrangan dengan Wat Si Saket, kompleks candi ini lebih kecil, namun bangunan utamanya lebih besar. Di dalam bangunan utama ada patung emerald buddha, tapi saat saya kesana, bagian dalamnya sedang di renovasi sehingga di tutup untuk umum. Halaman luar Wat Phra Kaew merupakan taman yang asri dihiasi berbagai patung. Di dekat pintu keluar juga ada souvenir shop yang menjual berbagai souvenir khas Laos.
Patuxai
Patuxai merupakan adaptasi Laos atas monumen Arch De Triomphe di Paris. Sejarahnya, Laos memang di jajah oleh Perancis selama lebih dari 50 tahun. Monumen ini terletak di persimpangan utama kota Vientiane. Menurut informasi, Patuxai ini adalah bangunan yang tidak selesai, rencana awalnya lebih megah dari yang ada sekarang, namun karena keterbatasan dana dan kemudian konflik internal, bangunan ini di biarkan apa adanya. Monumen ini dibangun tahun 1957 untuk memperingati kemerdekaan Laos dari Perancis.
Pha That Luang
That luang merupakan candi paling utama di Laos, bangunan stupa That Luang di lapisi emas, sehingga nampak sangat berkilau. Diperkirakan candi ini dibangun di abad 16. Saat ini Pha That Luang merupakan salah satu situs budaya yang masuk dalam perlindungan UNESCO. Sayangnya, wisatawan tidak dibolehkan memasuki bagian dalam candi, mungkin takut emasnya di kerok.. 😀
Buddha Park
Buddha park terletak diluar kota Vientiane. Perlu waktu sekitar 45 menit untuk mencapai buddha park dari Vientiane dengan taksi. Kompleks buddha park merupakan taman yang terletak di tepian sungai Mekong. Ratusan patung buddha dalam berbagai ukuran dan pose terhampar di taman yang cukup luas. Salah satu landmark di kawasan buddha park ini adalah monumen berbentuk mangkok, yang bisa di panjat oleh pengunjung. Di dalamnya terdapat beberapa relief dan diorama buddha. Namun perlu hati-hati memanjat monumen ini karena tangganya sempit dan curam.
Vientiane Night Market
Pasar malam ini terletak di tengah kota Vientiane, persis di tepian sungai Mekong. Pasar malam ini buka setiap hari mulai sekitar jam 5 sore, dan menjadi pusat aktivitas warga Vientiane. Anak-anak muda hang out dan main skateboard, ibu-ibu senam kesegaran jasmani, dan warga serta turis berbelanja di pasar malam yang cukup panjang ini. Ada ribuan kios sepanjang tepian sungai menjajakan souvenir, kaos, makanan, elektronik dan kebutuhan rumah tangga.
Petualangan kami di Vientiane dapat di tuntaskan dalam 24 jam. Sabtu pagi nya kami meninggalkan Vientiane kembali ke Bangkok menggunakan pesawat Air Asia, harga tiket one way Vientiane-Bangkok sekitar Rp 600.000 rupiah, yang saya pesan melalui traveloka.