Morotai, Saksi Bisu Perang Dunia II

“I shall return” inilah kata-kata terkenal yang diucapkan Jenderal Besar Berbintang Lima Douglas Mac Arthur ketika Presiden Roosevelt selaku panglima tertinggi angkatan perang Amerika melalui radiogram memerintahkan Mac Arthur meninggalkan Philipina dan menuju Australia . Sebelumnya pasukan Jepang telah dapat menghancurkan pertahanan Amerika di Philipina. Setelah dua setengah tahun meninggalkan Philipina, Mac Arthur kembali menginjak bumi Philipina untuk memenuhi janjinya “ I shall return” setelah mengalahkan Jepang di beberapa perang Pasifik yang banyak menelan korban jiwa kedua belah pihak mulai dari kepulauan Solomon, Papua, Morotai dan Philipina.

Demikianlah, bukan suatu ambisi yang berlebihan dari Komunitas Sahabat Museum menggelar program Plesiran Tempo Doeloe (PTD) ke Pulau Morotai guna menapak jejak riwayat Jenderal Mac Arthur bagian dari Perang Pasifik pada masa Perang Dunia (PD) II lalu.

Hari Jum’at malam tepatnya sebelum tengah malam, 66 peserta PTD berkumpul di Bandara Sukarno Hatta. Maskapai penerbangaan nasional menerbangkan kami ke pulau Ternate tepat pukul 01.30 WIB dan tiba di Bandara Sultan Babullah – Ternate pukul 07.30 WIT atau 05.30 WIB, langsung menuju hotel untuk istirahat dan bersiap-siap menyeberang ke pulau Halmahera keesokan harinya.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

Minggu pagi pukul 08.00 teng, setelah sarapan bubur ayam dan ngopi di hotel para peserta menuju speedboat yang akan menyeberangkan ke dermaga Sindangoli di pulau Halmahera dalam waktu 45 menit. Di dermaga Sindangoli telah menunggu 4 minibus yang akan membawa peserta ke kota Tobelo, Sindangoli ke Tobelo berjarak sekitar 180 km ditempuh dalam waktu 6 jam dengan berhenti di beberapa tempat bersejarah. Pertama pantai Sosol, Malifut, untuk mengabadikan bangkai kapal logistik/kargo pasukan jepang (“Tosimaru”) yang menurut beberapa sumber adalah kapal pengangkut amunisi, yang ditenggelamkan Sekutu pada PD II . Kami masih “beruntung” dapat melihat , memfoto, mengamati kapal ini karena kemungkinan kapal ini dalam waktu beberapa tahun lagi akan hilang akibat kerangka besi digerogoti atau dipotong oleh ulah sebagian pedagang untuk ditimbang dan dijual.

Selesai di pantai Sosol kami menuju Bandara Kao yang dibangun oleh Jepang. Masih terdapat 4 bekas meriam yang mendongak ke atas, menangkal serangan dari pesawat musuh (Sekutu) terletak tidak jauh dari ujung landasan pacu (runway) Bandara. Pada masa perang PD II Kao merupakan salah satu pangkalan penting balatentara Jepang yang menampung sekitar 60.000 pasukan. Saat ini Bandara Kao digunakan sebagai fasilitas penerbangan sipil Manado – Tobelo 2 kali seminggu.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Setelah berpamitan dengan para petugas Bandara yang ramah, perjalanan lanjut ke Tobelo untuk bermalam. Pukul 8 pagi esok hari setelah sarapan perjalanan dilanjutkan ke Galela sekitar 40 km dari Tobelo mengunjungi “bunker” Jepang yang berada di bawah tanah. Bunker ini sekarang agak kurang terawat karena lokasi untuk mencapainya harus turun, panjang bunker sekitar 100 m. Suhu udara dalam bunker cukup panas namun kami masih dapat mengenali beberapa ruangan seperti ruang rapat, ruang makan, ruang tidur serta ruang penyimpanan amunisi. Dalam perjalanan kembali ke Tobelo bis berhenti untuk melihat meriam pantai besar peninggalan Jepang yang telah dipugar Pemda setempat, meriam ini mempunyai panjang kira-kira 10 m dengan kaliber kira-kira 20 cm. Di zaman PD II di sekitar Galela memang terjadi pertempuran seru antara Jepang dan Sekutu.

Hari ke empat, bangun pagi-pagi sarapan dan para peserta PTD siap-siap ke pelabuhan untuk memulai penjelajahan ke Pulau Morotai. Dengan menggunakan dua speedboat yang masing-masing menggunakan lima buah mesin Yamaha dan perjalananpun dimulai. Di tengah perjalanan lautnya sangat tenang, tidak ada ombak besar yang membahayakan perjalanan dan pelayaran yang menghabiskan waktu tempuh kurang dari dua jam berakhir di dermaga Daruba di Pulau Morotai.

Peserta PTD tidak langsung turun, akan tetapi hanya untuk menunggu pasokan makan siang yang disediakan panitia. Kira-kira 15 menit berselang kami berangkat kembali menuju pulau Zum-Zum , sekitar 15 menit berlayar dari Daruba, ibukota kabupaten pulau Morotai . Di pulau ini kami semua turun ke darat. Di sini telah dibangun sebuah patung/monumen Jenderal Mac Arthur, panglima pasukan Sekutu pada perang Pasifik, karena di pulau inilah katanya sang Jenderal bersembunyi sambil mengatur strategi perang dan tempat pertahanan tentara Sekutu melawan Jepang.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Rabu atau hari ke dua di pulau Moratai acara di mulai setelah sarapan di penginapan. Pertama kali kami kunjungi sebuah museum Perang Pasifik. Kami sangat terperangah melihat yang namanya “museum” perang tersebut, sebuah bangunan amat sangat sederhana berukuran sekitar 4 X 6 m, semi permanen. Namun isinya Bung.. merupakan barang-barang yang tak ternilai harganya. Fantastis melihat peninggalan peralatan perang selama PD II yang berserakan, terkubur dan yang ditemukan di dalam goa di pulau Morotai, dan sekarang terkumpul di museum tersebut. Adalah pak Muhlis Eko dan kawan-kawan yang berinisiatif mengumpulkan benda-benda eks perang tersebut.

Dapat dijumpai didalam museum senapan mitraliur dengan kaliber 12,7 untuk penangkis serangan udara lengkap dengan rangkaian pelurunya namun sudah berkarat, berbagai amunisi, granat nanas, dog tag atau kalung tanda pengenal tentara Amerika, puluhan helm Jepang dan Amerika, morphin untuk mengobati luka dan masih utuh bubuknya, alat masak serta perlengkapan makan, tanda pangkat dari kesatuan Australia dan benda-benda peninggalan lainnya. Semua di dapati dengan menggali tanah memakai tangan di hutan belantara Morotai.

Kami memasuki museum dengan bergiliran, 5 orang dalam satu rombongan dengan durasi waktu 5 menit. Sambil menunggu peserta lainnya, Yosef Djakababa ahli sejarah alumni program S3 dari Universitas Wisconsin di Amerika Serikat, dengan bantuan alat peraga berupa peta ukuran besar menceritakan tentang strategi perang Jenderal Mac Arthur. Yaitu strategi lompat katak dari Australia, Papua, Morotai sampai Philipina. Inilah sepenggal cerita tentang Jenderal Mac Arthur.

Setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jenderal Mac Arthur menerima berita penyerahan Jepang. Segera dilakukan persiapan untuk menyelenggarakan penyerahan secara resmi. Untuk keperluan itu Mac Arthur terbang ke Yokohama. Permintaan Jenderal Eichelberger supaya kepadanya diberikan kesempatan 2 hari untuk menyusun penjagaan keamanan sebelum Mac Arthur mendarat, di jawab dengan tegas bahwa 2 jam sudah lebih dari cukup. Dua hari kemudian upacara penyerahan resmi dilakukan di atas kapal perang “Missouri” yang berlabuh di teluk Tokyo (Tokyo Bay). Menurut keterangan seorang diplomat Jepang yang menghadiri upacara ini, berbagai pembesar Jepang menolak untuk mewakili negaranya. Sampai seorang Jenderal mengatakan akan melakukan hara-kiri bila dipaksa. Akhirnya Menteri Luar Negri Shegimitsu ditunjuk sebagai kepala rombongan” Belum pernah saya rasakan” kata Diplomat itu lebih lanjut, : “bahwa mata hadirin yang ditujukan kepada kami, begitu menyakitkan”. Bagi Mac Arthur sebaliknya hari ini merupakan hari yang besar. Badannya yang tinggi dan topinya yang termasyur menguasai seluruh pemandangan. Tidak sedikit diantara hadirin yang menahan nafas ketika suaranya berkumandang:” Hari ini tembakan-tembakan berhenti. Malapetaka yang besar telah berakhir dan kemenangan yang besarpun telah tercapai……… Seluruh dunia menikmati ketentraman damai. Tugas kami yang suci telah selesai. Dan saya melaporkan kepada hadirin dan rakyat seluruhnya atas nama beribu-ribu bibir yang kini untuk selamanya tinggal diam di tengah hutan rimba, pantai dan air yang dalam dari lautan Pasifik……”

Usai mengunjungi museum Perang Pasifik, rombongan meneruskan perjalanan ke lokasi Pemandian Air Kaca, yaitu suatu tempat dulu (katanya) sering dipakai oleh Jenderal Mac Arthur untuk mandi. Tempat mandi tersebut tinggal sebagai saksi sejarah dan tidak dipergunakan lagi. Karena tempat pemandian Air Kaca agak curam tidak semua peserta turun ke lokasi pemandian yang agak ke bawah. Hanya kamera peserta yang tidak hentinya mengabadikan lokasi bersejarah tersebut. Kembali ke kendaraan masing-masing, rombongan sekarang menuju ke lokasi Pitu Air Strip/Bandara Pitu Strip. Dinamakan Pitu karena memang jumlah landasan pacu (runway) ada 7 buah, dengan panjang landasan pacunya sekitar 3 km. Hanya 1 runway yang digunakan dan dioperasikan oleh TNI AU saat ini. Menurut cerita orang dulu dan juga dari dokumen sejarah, di masa perang yang lalu ribuan pesawat terbang setiap hari menggunakan lapangan terbang ini.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Sekitar tengah hari setelah beristirahat sejenak melepaskan lelah setelah santap siang, petualangan berlanjut. Kali ini mengunjungi suatu lokasi tergeletaknya 2 buah Tank Amphibi Amerika atau juga dikenal sebagai Amtract (Amphibi Tractor) , yang menurut perkiraan dapat mengangkut sekitar 20 an tentara. Lokasinya terletak di perkebunan warga dan sekarang sudah dipagar agar besinya tidak dicuri orang, sayangnya bangkai Pesawat Tempur, Tank, Jeep yang dulu dijumpai berserakan di darat sudah pada hilang dijual sebagai besi tua mutu bagus.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Sore hari sebelum kembali ke hotel rombongan mampir di sentra kerajinan Besi Putih. Di sini peserta mulai membeli oleh-oleh berupa perhiasan yang bentuk desain dan kualitasnya cukup bagus yaitu gelang, cincin, anting, kalung dan bahkan sendok penggorengan……wuallaaaaaaah

Hari ke enam merupakan perjalanan pulang langsung ke Ternate melalui Tobelo dan Sindangoli dilanjutkan penerbangan ke Jakarta keesokan harinya. PTD kali ini sangat berkesan dan membangkitkan rasa betapa dahsyat dan kejamnya perang, bahkan seorang prajurit Jepang (“Nakamura”) baru dapat ditemukan di hutan belantara Morotai 25 tahun setelah perang Pasifik berakhir, bersembunyi hingga tahun 1970 an.

Referensi :

1. Amran Rusid, Halmahera – Morotai, Batmus 2010
2. A. Maupriopa, Jayapura Ketika Perang Pasifik, Labor 1972

Naskah dan foto oleh rekan saya Lutfi Sriyono (l.sriyono@gmail.com)

 

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s