
Jika kamu sedang mencari destinasi wisata di Eropa yang anti mainstream, kaya sejarah abad pertengahan, iklim sub-tropis dengan pemandangan laut yang memukau, serta kehidupan lokal yang hangat dan kuliner yang khas, Malta adalah jawabannya. Negara kepulauan kecil di tengah Laut Mediterania ini menawarkan pengalaman wisata yang begitu kaya dalam suasana yang sangat bersahabat untuk dijelajahi.

Tanggal 8 Juli 2025, petualangan saya menuju Malta dimulai dari Bandara Barcelona, Spanyol. Dengan penerbangan Vueling Airlines pukul 13:15 waktu Barcelona, setelah menempuh penerbangan yang nyaman selama sekitar 2 jam, saya tiba di Malta sekitar pukul 15:30 waktu setempat. Proses imigrasi berjalan sangat lancar dan cepat, membuat saya segera bisa melangkah keluar bandara. Saya langsung naik airport bus TD1 dengan tarif 3 euro menuju hotel Primera, tempat saya menginap selama di Malta. Setelah check-in dan istirahat sejenak, saya bersiap untuk menjelajah malam hari di ibukota yang memikat, Valletta.

Malta dikenal sebagai salah satu pusat sejarah yang penting, karena telah menjadi rumah bagi berbagai peradaban seperti Moor, Romawi, Arab, dan Inggris. Jejak budaya dan arsitektur mereka masih bisa dilihat hingga hari ini. Ibukota Malta, Valletta, bahkan termasuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO, dan sering dijuluki sebagai salah satu kota terindah di Eropa. Negara kepulauan kecil yang terletak di tengah Laut Mediterania ini terdiri dari tiga pulau utama: Malta, Gozo, dan Comino.

Dengan luas hanya sekitar 316 km², Malta memiliki populasi sekitar 500 ribu jiwa, menjadikannya salah satu negara paling padat di Eropa. Meskipun kecil, Malta memiliki sejarah yang sangat kaya, pernah menjadi pusat peradaban berbagai bangsa mulai dari Fenisia, Romawi, hingga Ksatria Malta yang terkenal. Posisi strategisnya membuat Malta menjadi saksi banyak pertempuran dan perdagangan selama berabad-abad. Tak heran, di Malta banyak ditemui benteng pertahanan dari berbagai kerajaan yang pernah menguasai Malta.


Sekitar jam 5 sore, saya naik bus menuju Valletta. Kebetulan saat itu sedang berlangsung Malta Fashion Week, sebuah acara mode internasional yang gemerlap dan penuh warna, menambah semarak suasana kota dengan lampu-lampu sorot yang menghiasi langit. Saya berjalan kaki menyusuri jalanan kota tua Valletta, melewati deretan toko, restoran, dan kafe yang ramai. Kota ini penuh dengan arsitektur gaya Barok yang memukau dan jalanan berbatu yang menawan, mengingatkan akan sejarah panjang Malta sebagai pusat perdagangan dan kekuatan militer di Mediterania.


Salah satu tempat pertama yang saya kunjungi adalah St. John’s Co-Cathedral, gereja Katolik megah yang dikenal dengan interiornya yang sangat mewah dan karya seni berharga, termasuk lukisan terkenal karya Caravaggio. Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Valletta Park dan War Room, tempat bersejarah yang dulunya digunakan untuk strategi militer selama Perang Dunia II. Saya juga mengunjungi Upper Barrakka Gardens, sebuah taman dengan pemandangan laut dan Grand Harbour yang cantik. Puas berkeliling kota tua Valetta, saya singgah di Hard Rock Shop Malta, toko ikonik yang menawarkan berbagai memorabilia rock and roll, untuk melengkapi koleksi T-shirt Hard Rock Cafe saya.

Dari sisi ekonomi, Malta tergolong negara dengan perekonomian yang stabil dan berkembang pesat. Berdasarkan data terbaru, GDP per kapita Malta sekitar 35 ribu USD, menempatkannya di antara negara-negara berpendapatan tinggi di kawasan Eropa Selatan. Sektor jasa, terutama pariwisata, keuangan, dan teknologi informasi, menjadi penopang utama ekonomi negara ini. Demografi Malta juga menarik karena merupakan negara maju dengan penduduk yang relatif muda dan dinamis. Bahasa resmi Malta adalah bahasa Maltese, yang berakar pada bahasa Arab dan Sisilia, meskipun demikian, bahasa Inggris digunakan secara luas.

Keesokan harinya, tanggal 9 Juli 2025 pagi, saya memulai hari dengan naik bus dari hotel menuju Fort St. Angelo, sebuah benteng besar yang berdiri megah di pelabuhan Grand Harbour. Fort St. Angelo memiliki sejarah panjang sebagai benteng pertahanan utama pada masa Kesatria Malta dan selama berbagai perang di Mediterania.


Tiket masuknya 10 euro, dan saya sangat terpesona menjelajahi terowongan bawah tanah, ruang meriam, dan pemandangan laut yang spektakuler dari atas benteng. Bagian atas dari Fort St. Angelo ini merupakan wilayah kedaulatan dari Sovereign Military Order of Malta, suatu “negara” dalam ordo katolik dibawah Vatikan. Karenanya, di bagian atas benteng ini dikibarkan dua bendera, bendera Republic of Malta dan bendera Sovereign Military Order of Malta.


Setelahnya, saya naik bis melanjutkan perjalanan ke Mdina, kota tua yang dikenal sebagai “Kota Sunyi”. Mdina adalah bekas ibu kota Malta yang dipenuhi dengan bangunan-bangunan bergaya Barok dan Gothic yang terawat dengan baik. Jalan-jalan sempitnya membawa saya ke masa lalu, menyusuri benteng kota dan menikmati pemandangan lembah di sekelilingnya.

Kota ini memiliki suasana tenang yang sangat berbeda dengan keramaian Valletta, cocok untuk menjelajah dengan santai. Mdina dikelilingi oleh benteng tebal yang masih kokoh berdiri sejak abad pertengahan. Wisatawan bisa berjalan di sepanjang tembok dan menikmati pemandangan indah dari atas, melihat lanskap Malta yang hijau dan desa-desa sekitar.


Bangunan utama di Mdina adalah St. Paul’s Cathedral, ini adalah gereja utama di Mdina yang megah dengan arsitektur Barok dan interior yang indah. Katedral ini didedikasikan untuk nabi Paulus yang diyakini pernah singgah di Malta. Di dalamnya terdapat lukisan dan karya seni bersejarah yang menarik. Museum ini menyimpan koleksi artefak keagamaan, seni sakral, dan manuskrip yang berkaitan dengan sejarah katedral dan Malta secara umum. Salah satu istana bersejarah yang masih berdiri, Palazzo Falson adalah rumah bangsawan yang kini menjadi museum dengan koleksi seni, perabotan antik, dan senjata. Mdina memiliki jalan-jalan sempit berbatu dengan bangunan batu kapur berwarna hangat yang terawat dengan baik. Berjalan kaki menyusuri lorong ini seperti kembali ke masa lalu, dengan suasana yang tenang dan indah.

Tempat menarik lainnya adalah Bastion Square, Di area ini, kamu bisa menikmati pemandangan spektakuler ke lembah sekitar Mdina, termasuk daerah pedesaan dan Laut Mediterania di kejauhan. Selanjutnya, Cathedral Square dan Palazzo Vilhena juga wajib untuk dikunjungi. Alun-alun utama yang dikelilingi bangunan bersejarah, termasuk Palazzo Vilhena yang kini berfungsi sebagai museum sejarah alam. Area ini sering menjadi pusat aktivitas budaya dan event di Mdina. Satu atraksi yang ramai dikunjungi wisatawan adalah The Mdina Dungeons Museum, tempat ini menyajikan sejarah gelap kota dengan koleksi yang menunjukkan kehidupan bawah tanah dan hukuman pada masa lalu.

Siang hari saya kembali ke Valletta, di mana saya berkesempatan bertemu dengan teman-teman dari Indonesia. Saya berkenalan dengan Alan dan teman-temannya, Ibnu dan Kunta. Alan sebelumnya saya kontak dari komunitas traveling. Kami ngopi santai di sebuah kafe di jantung kota Valetta. Ketiga pemuda Indonesia ini bekerja sebagai teknisi pesawat di RyanAir, maskapai asal Irlandia yang memiliki pusat perawatan pesawat di Malta. Senang mendengar cerita teman-teman bagaimana mereka berkarir sebagai tenaga ahli di Eropa.

Setelah hari mulai gelap, kami mencari tempat untuk makan malam. Dari kawasan Upper Barrakka Gardens, kami naik ferry menyebrang ke kawasan Cospicua. Selanjutnya menuju restoran Mykonos, sebuah restoran yang menyajikan makanan Yunani, letaknya strategis di dekat pelabuhan. Saya memesan menu Bifteki Chicken Plate, daging ayam yang dibentuk seperti patty steak, dengan bumbu khas mediteranian. Setelah makan malam yang menyenangkan, lengkap dengan obrolan tentang kondisi terkini di Indonesia, kami kembali ke Valetta menggunakan ferry, menikmati angin malam dan cahaya kota yang memantul di permukaan air.

Hari Kamis tanggal 10 Juli 2025, saya checkout dari hotel Primera pukul 10 pagi dan langsung naik bus menuju bandara Malta. Sebelum boarding, saya menyempatkan diri makan siang di Hard Rock Cafe yang ada di bandara, menikmati suasana santai dan makanan yang familiar sebelum melanjutkan perjalanan. Dari Malta, saya melanjutkan perjalanan dengan pesawat Emirates menuju Larnaca, Cyprus, menutup kunjungan singkat di Malta yang penuh pengalaman berharga.

Malta memang menawarkan kombinasi sempurna antara sejarah, budaya, dan pemandangan alam yang memukau. Dari bangunan kuno di Valletta dan Mdina, benteng kokoh Fort St. Angelo, hingga atmosfer hidup dari acara seperti Malta International Fashion Week, semuanya memberi warna tersendiri pada perjalanan saya. Pulau ini bukan hanya tempat wisata, tapi juga sebuah perjalanan menembus waktu yang memikat. Jika kamu mencari destinasi yang kaya akan cerita dan keindahan yang tak lekang oleh waktu, Malta wajib masuk daftar perjalananmu berikutnya. Saya sudah jatuh cinta dengan keunikan dan keramahan Malta, dan saya yakin kamu juga akan merasakan hal yang sama.
