
November 2024 lalu, maskapai penerbangan Air Asia membuka rute baru, Kuala Lumpur – Nairobi, Kenya. Pembukaan rute ini membuat saya tertarik untuk mengunjungi Kenya, apalagi WNI bisa berkunjung ke Kenya dengan mengisi e-visa, yang biasanya disetujui dalam 3 hari kerja. Saat melihat kalender Januari 2025 ada long weekend isra-miraj dan imlek, saya bersama istri dan si bungsu segera memesan tiket AA Jakarta-Nairobi via KL, seharga 9 jutaan per orang.

Perjalanan dimulai pada 24 Januari 2024, dari Jakarta dengan penerbangan Air Asia menuju Nairobi, transit terlebih dahulu di Kuala Lumpur. Setelah perjalanan panjang, akhirnya saya tiba di Jomo Kenyatta International Airport pada pukul 23.30. Proses imigrasi berjalan cukup lancar, meskipun sedikit antre. Oh ya, untuk masuk Kenya, pemerintahnya tidak mensyaratkan pengunjung memiliki vaksin yellow fever, namun karena kami naik maskapai AA yang transit di KL, pemerintah Malaysia mewajibkan pengunjung yang menuju dan dari Kenya memiliki vaksin Yellow fever, jadi jangan lupa vaksinasi yellow fever jika pesawat anda ke Kenya transit di KL. Dari bandara Jomo Kenyatta, saya langsung menuju Nairobi Safari Club, hotel tempat saya menginap, dan tiba di sana sekitar pukul 00.30 dini hari. Waktu untuk istirahat sejenak sebelum petualangan dimulai.


Pagi tanggal 25 Januari 2025, sekitar pukul 06.00, saya dijemput dari hotel untuk menuju Hell’s Gate National Park, sekitar dua jam perjalanan dari Nairobi. Saya memesan day tour yang mengunjungi Hell’s Gate National Park dan Lake Naivasha dari internet. Dalam perjalanan, kami berhenti sejenak di Great Rift Valley Viewpoint pada pukul 07.00. Dari sini, kita bisa melihat pemandangan lembah yang sangat luas, hasil dari retakan geologi raksasa yang membentang dari Timur Tengah hingga Afrika Selatan. Great Rift Valley adalah sebuah sistem patahan besar yang membentang sepanjang lebih dari 6.000 kilometer, mulai dari wilayah Laut Mati di utara Jordan hingga Mozambik di selatan. Patahan ini terjadi akibat pergerakan tektonik yang membentuk retakan besar di kerak bumi, di mana dua lempeng tektonik bergerak saling menjauh. Great Rift Valley terbentuk sekitar 30 juta tahun yang lalu. Proses ini dimulai saat lempeng Afrika Timur terpisah dari lempeng yang lebih besar, menciptakan celah yang semakin lebar seiring berjalannya waktu.


Kami kemudian melanjutkan perjalana menuju Hell’s Gate National Park. Setibanya di sana, saya langsung bersiap untuk bersepeda sejauh 8 km di dalam taman nasional Hell’s Gate. Suasana begitu damai, hanya ditemani suara angin dan sesekali suara burung. Sepanjang perjalanan, saya bisa melihat jerapah, zebra, babun, hyrax dan aneka satwa liar lainnya berkeliaran bebas di alam.


Unik sekali rasanya bersepeda melewati sekumpulan Zebra dan Jerapah dari jarak dekat. Hell’s Gate ini adalah satau-satunya taman nasional di Kenya dimana pengunjung bisa bersepeda di dalamnya, karena tidak ada hewan predator di taman nasional ini. Hewan paling liar adalah warthog (babi hutan) yang tidak akan menyerang manusia jika tidak merasa terancam.


Salah satu keunikan dari Hell’s Gate National Park adalah adanya aktivitas geotermal. Taman ini memiliki sumber air panas, geiser, dan kolam lumpur yang mendidih, yang memberikan pengalaman berbeda bagi para pengunjung. Ini adalah salah satu dari sedikit taman nasional di dunia yang memiliki fenomena geotermal yang aktif. Di taman nasional ini terdapat beberapa bukit karang, yang dijadikan tempat latihan panjat tebing. Juga ada echo valley, dimana jika kita berteriak, suaranya akan menggema di sekeliling bukit.


Setelah bersepeda, kami melanjutkan petulangan dengan hiking ringan di Oljorowa Gorge, ini adalah sebuah ngarai yang terletak di dalam Taman Nasional Hell’s Gate. Ngarai ini merupakan salah satu formasi geologis yang menarik dan menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan.


Nama Oljorowa sendiri berasal dari bahasa Maasai, yang berarti “tempat air yang menetes,” yang merujuk pada sumber air yang ada di sepanjang ngarai ini. Gua-gua alami, tebing curam, serta aliran air yang jernih mengalir melalui ngarai ini, menciptakan pemandangan yang luar biasa. Gua-gua ini terbentuk akibat proses erosi dan aktivitas tektonik yang berlangsung selama jutaan tahun. Keindahan Oljorowa Gorge ini menjadi salah satu inspirasi lokasi film The Lion King, salah satu formasi batu karang disini dinamai Mufasa Rock.


Seperti banyak tempat lainnya di Kenya, daerah sekitar Oljorowa Gorge memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat Maasai. Suku Maasai yang tinggal di sekitar kawasan ini memandang alam dan formasi geologi seperti ngarai sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Masyarakat Maasai juga menggunakan sumber daya alam di kawasan ini, seperti air dari ngarai, untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Setelah hiking, saya mengunjungi Maasai Market, pasar tradisional yang penuh warna dan dipenuhi berbagai kerajinan tangan khas suku Maasai. Saya membeli beberapa suvenir unik, seperti perhiasan dari manik-manik dan kain shuka yang khas.

Setelah makan siang di restoran lokal, perjalanan berlanjut ke Lake Naivasha, sebuah danau indah yang menjadi rumah bagi banyak satwa liar. Saya naik perahu mengelilingi danau, melihat kuda nil yang bermalas-malasan di air, burung pelikan, bangau, dan elang ikan yang terbang rendah mencari mangsa.


Kami juga singgah ke Crescent Island, sebuah pulau kecil di tengah danau yang dihuni oleh berbagai satwa seperti impala, zebra, dan jerapah. Danau Naivasha juga memiliki peran penting dalam sektor pariwisata dan kehidupan lokal. Nama “Naivasha” sendiri berasal dari kata dalam bahasa Maasai yang berarti “tempat yang berair.” Crescent island yang ada di tengah danau ini pernah dijadikan lokasi shooting film “Out Of Africa”.


Puas berkeliling di Danau Naivasha, kami kembali ke Nairobi sekitar pukul 18.00, setelah dua jam perjalanan, kami tiba Nairobi Safari Park by Swiss-Belhotel sekitar jam 20.00, makan malam di hotel dan kemudian beristirahat untuk persiapan petualangan ke Masai Mara esok hari.
—