Menatap Atap Dunia di Tibet

Setelah menjalani malam yang sangat dingin dan terasa sangat panjang dalam tenda di Everest Base camp, akhirnya matahari mulai muncul sekitar pukul 8 pagi. Setelah sarapan, pagi 20 Oktober 2023 ini kami menuju monastery dan kantor pos tertinggi di dunia untuk menikmati pemandangan dan mengambil foto, sambil menunggu bus yang menjemput kami. Pagi ini masih terasa sangat dingin dengan suhu sekitar -10 derajat celcius.

Sekitar jam 10 pagi, akhirnya bus kami datang, kami meninggalkan EBC menuju Gyatso La Pass, yang berada di ketinggian 5.220 meter. Dari sini, kita bisa melihat pemandangan pegunungan Himalaya yang luar biasa. Perjalanan panjang menuju Shigatse diselingi dengan makan siang. Sore harinya kami tiba di Shigatse, kota terbesar kedua di Tibet, untuk beristirahat dan menikmati suasana kota yang tenang.

Malamnya, kami makan malam di salah satu restoran tadisional yang berupa theater cukup besar, menampilkan tari-tarian dan musik dari Tibet. Menu yang disajikan semacam steamboat dengan kuah yang segar. Interior restoran ini cukup antik, dengan meja dan kayu penuh ukiran bernuansa merah dan warna emas.

Tanggal 21 Oktober pagi hari, kami meninggalkan Shigatse untuk mengunjungi Tashilhunpo Monastery. Tashilhunpo adalah salah satu biara paling penting dalam Buddhisme Tibet. Didirikan pada tahun 1447 oleh Dalai Lama pertama, biara ini menjadi tempat kedudukan tradisional Panchen Lama, tokoh tertinggi kedua dalam aliran Gelug dari Buddhisme Tibet. Nama biara ini, Tashilhunpo, berarti “semua keberuntungan dan kebahagiaan terkumpul di sini” atau “tumpukan kemuliaan”. Biara ini terkenal dengan arsitekturnya yang mengesankan, termasuk Kapel Maitreya yang menampung patung besar Buddha Maitreya, dan makam-makam Panchen Lama. Meskipun mengalami kerusakan signifikan selama Revolusi Kebudayaan, banyak bangunannya telah dipugar, dan biara ini tetap menjadi pusat penting untuk pembelajaran dan ziarah umat Buddha.

Kemudian kami lanjutkan perjalanan ke Yampachen Grassland, yang pada musim panas menyajikan pemandangan padang rumput yang luas dan sumber air panas alami. Namun di penghujung Oktober ini, sejauh mata memandang padang rumputnya tertutup salju tebal. Asik sekali rasanya main salju di padang yang luas ini.

Perjalanan kami hari ini diakhiri sore hari di Damxung, sebuah kota kecil yang tenang di dekat Namtso Lake. Hotel tempat kami menginap cukup unik, jika di hotel-hotel sebelumnya, disediakan regulator oksigen portabel, kamar di hotel ini seperti rumah sakit, dengan regulator oksigen permanen yang ditanam di dinding. Tamu hotel cukup membeli selang oksigen untuk keperluan pribadi di resepsionis. Fasilitas ini sangat membantu tamu hotel yang mengalami kekurangan oksigen karena ketinggian.

Hari ketujuh kami di Tibet, 22 Oktober, setelah sarapan di hotel kami melanjutkan perjalanan ke  Namtso Lake, salah satu danau suci di Tibet. Danau ini terkenal dengan airnya yang biru jernih dan pemandangan pegunungan yang mengelilinginya. Pengunjung di danau ini dilarang berenang atau bermain air, karena danau ini dianggap suci oleh penduduk Tibet.

Setelah menikmati keindahan Namtso Lake, kami melanjutkan perjalanan kembali ke Lhasa, ibu kota Tibet. Sebelum masuk kota Lhasa, kami diajak mampir ke salah satu toko perhiasan yang menjual giok dan manik-manik khas Tibet, yang dipercaya banyak orang dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Malam terakhir di Tibet ini kami manfaatkan untuk belanja souvenir dan oleh-oleh di departement store dekat hotel.

Tanggal 23 Oktober pagi, kami kembali berkunjung ke area Potala Palace, namun kali ini dari viewing point di tengah kota, dimana ada spot untuk memandang Potala Palace, yang tergambar pada lembaran uang kertas China nominal 50 renminbi. Siang harinya, kami menuju bandara Lhasa, untuk terbang kembali ke Chongqing. Tiba di Chongqing sore hari, kami kembali menginap di Orange hotel. Ini malam terakhir saya dan Rizki di Chongqing, kami manfaatkan dengan menikmati santapan malam Chongqing hotpot.

Rombongan lainnya masih akan tinggal di Chongqing sampai tanggal 26 Oktober, namun saya dan Rizki harus kembali ke Jakarta pada tanggal 24 Oktober pagi, karena tanggal 25 nya Rizki akan mengikuti wisuda dan sumpah dokter di Jakarta.

Perjalanan kami di Tibet sangat menyenangkan dan penuh dengan pengalaman yang tak terlupakan! Terima kasih buat kak Cisca dan sahabat-sahabat baru selama trip Tibet ini, bu Karisma, pak Wir, pak Henry, dr. Hartono, bu Merry, pak Kwan Yung, bu Mariana, pak Trino, bu Enny, bu Yufika, bu Elinar, bu Lilis, bu Nila, dr. Hendra, bu Winda, bu Luana, pak Anton, bu Cicilia dan tour guide Yunhong, yang membuat Tibet trip ini sangat berkesan.

Foto-foto oleh Nelwin dan Francisca

Tinggalkan komentar